Laman

Selasa, 23 Agustus 2011

Analogi Dosa

Manusia adalah tempatnya salah, tempatnya berbuat dosa. Bahkan kalo tega bisa deh istilah "buanglah sampah pada tempatnya" diganti jadi "buanglah dosa pada manusia".
Khilaf. Mungkin itu alasan yang paling populer dikalangan para pendosa. Memang, ga sedikit yang melakukan kesalahan karena ketaksadaran. Bahkan seorang pencuri, sekalipun dia sadar perbuatannya kesalahan, dia melakukannya dengan keterpaksaan yang sudah terbiasakan. Dalam hati manusia ada 3 jiwa yang saling mempengaruhi: ego, superego, dan id. Jika sebuah keslaahan berbobot dosa telah terjadi, maka itulah hasil dari ego.

Ketika kesalahan telah diselesaikan, maka penyesalan menggantikannya. Dengan catatan, penyesalan ini hanya akan hinggap di hati orang-orang yang memang tidak terbiasa, atau katakanlah masih meemgang teguh nilai-nilai kebenaran meskipun terkadang khilaf melanggarnya. Dan penyesalan, meskipun terkadang dianggap tameng dari sebuah kesalahan, sebenarnya ia adalah efek baik. Dari penyesalan inilah nantinya akan muncul semangat perbaikan diri.

Semangat perbaikan diri bisa dilakukan dengan pengakuan dosa. Tapi masalah pun belum selesai sampai di sini. Mungkin diri dan lingkungan telah memaafkan, tapi, jika bertemu beebrapa sosok yang keras, secara tak sadar akan ada slogan yang muncul: MEMAAFKAN BUKAN BERARTI MELUPAKAN.

Berbuat dosa ibarat menggali tanah. Meskipun telah diuruk lagi, akan ada bekas-bekas yang tak bisa berdusta. Begitu juga sebuah kesalahan, akan tetap ada bekas dalam ingatan. Mungkin itulah mengapa Om Ebiet G Ade dalam "Kalian Dengarlah keluhanku" bilang: Apakah bila terlanjur salah/ akan tetap dianggap salah/ tak ada waktu lagi benahi diri/ tak ada tempat lagi untuk kembali//
Tapi percayalah, Allah Maha Pengampun. Tetap bersemangat dalaa kebaikan (fastabiqul khoirot). Jangan jadi pribadi yang hobi mengulangi kesalahan.

*referensi : kajian ahad dhuha di Masjid Kampus Undip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar