Laman

Rabu, 10 Desember 2014

Mencicil Perubahan, Mengantisipasi Kekecewaan



Hidup ini penuh kejutan. Tapi tak semua kejutan bersifat positif seperti halnya kado ulang tahun. Ada kejutan yang nyata-nyata membuat tercengang hingga berakhir kecewa. Nah, agaknya efek buruk inilah yang telah diantisipasi oleh beberapa pihak terkait kebijakan umum yaitu dihapusnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Akhir November lalu pemerintah secara resmi mengumumkan soal penghapusan subsidi BBM yang juga dimaknai sebagai penaikan harga bahan bakar tersebut. Alasan yang digadang-gadangkan adalah subsidi yang selama ini dikucurkan lewat BBM telah disalahgunakan. Sehingga, subsidi BBM akan dialihkan ke sektor lain supaya lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang memang layak menerima. Sayangnya, manfaat dari pengalihan itu baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Berbading terbalik dengan dampak negatif yang serta-merta menimpa masyarakat.

Hal ini tidak mengherankan karena BBM memang berkaitan dengan banyak aspek pada sektor ekonomi. Dengan sendirinya harga kebutuhan pokok berupa sandang-pangan, tarif angkutan umum, dan yang lain mengikuti seiring dengan meningkatnya harga BBM. Memang kenaikannya tidak banyak, hanya 20 persen saja. Pun, kebijakan serupa pernah dilakukan sebelumnya. Demonstrasi selalu terjadi di awal. Tapi kemudian berakhir dengan kepasrahan. Sebab waktu memang selalu bisa menyembuhkan kekecewaan.

Terkait waktu, sebetulnya dampak tak mengenakkan itu bisa diminimalisir jika ada pencicilan perubahan. Tak apa pemerintah pada akhirnya mengumumkan soal naiknya harga BBM. Toh, pada dasarnya masyarakat patuh bila memang alasan kebijakan itu berterima secara logika. Dan pencicilan perubahan itu bisa jadi penting dari segi psikologis.

Pencicilan perubahan merupakan suatu tindakan mengangsur dampak dari suatu kebijakan. Mungkin hanya segelintir orang yang menyadari bahwa ada pihak tertentu yang telah mengantisipasi dihapuskannya subsidi BBM sebelum pengumuman resmi yang bermula dari gosip itu akhirnya menjadi kenyataan.

Ingatkah bahwa tarif tol di Jabotabek telah lebih dulu dinaikkan padahal ketika itu kenaikan harga BBM baru sebatas isu belaka? Saat Presiden terpilih baru saja menikmati kursi kepresidenan sambil menerima kecaman serta ancaman bila BBM benar-benar naik. 

Selain tarif tol, jauh sebelum itu pihak ASDP Pelabuhan Merak-Bakauheni pun telah ambil start duluan dengan memberikan sosialisasi kenaikan tarif penyebrangan tanpa alasan, kepada masyarakat melalui beberapa banner yang dipasang di area pelabuhan. Barangkali benar bahwa gosip hanyalah fakta yang tertunda.

Pihak pengelola jalan tol dan ASDP sudah melakukan langkah tepat. Mereka tahu bahwa setiap hari masyarakat selalu berjibaku dengan jalan tol dan pelabuhan. Meskipun antisipasi itu tidak mengubah keputusan pemerintah, setidaknya beban batin yang dirasakan masyarakat jadi tak seberat bila kenaikan tarif keduanya itu diberlakukan pasca lenyapnya subsidi BBM.

Senin, 01 Desember 2014

Visualisasi vs Egoisme dalam Musik Video


Rasanya akan lebih mudah saat seseorang menyebutkan lagu-lagu kesukaan mereka, daripada bila harus menghitung seluruh lagu yang ada di dunia ini. Ada lagu yang ketika dipublikasikan terdengar kurang menarik bagi orang tertentu. Tapi ini hanya perkara personal. Ketertarikan atas lagu itu akan muncul secara perlahan karena sering mendengarnya secara tidak sengaja.  Ada pula yang langsung menyukainya karena faktor-faktor khusus, misalnya lagu diciptakan atau dinyanyikan oleh penyanyi favorit, lagu mengusung tema yang sedang sama persis dialami, atau  lagu punya karakter lirik dan melodi yang unik. 

Ketertarikan atas lagu-lagu berbahasa lokal lebih sering terjadi ketimbang lagu berbahasa asing. Bisa jadi karena saat mendengar lagu dengan bahasa sehari-hari, pendengar bisa sekaligus memahami makna dan pesan di dalamnya. Tapi lain soal bila lagu itu berbahasa asing. Biasanya ketertarikan pada lagu itu berawal hanya dari sekadar sering mendengar. Lagu yang easy listening akan makin nyaman di telinga dengan cara ini. Setelah alur melodinya melekat hingga kita secara spontan akan melakukan sing a long, hal yang kemudian dilakukan adalah mencari lirik utuh agar bisa memahami arti. Setelah itu barulah mengunjungi youtube untuk melihat musik videonya (mv).

Pada banyak penyanyi internasional yang suaranya terdengar lezat di telinga, seperti Rihanna (Unfaithful), Miley Cyrus (Wrecking Ball), Pink (Just Give Me a Reason) dan lain-lain, entah kenapa kadang lebih baik tak pernah menonton mv mereka. Sebab seringkali ada adegan mesum yang membuat mata “mual”. Padahal bila video itu dibuat tidak berlebihan dalam penonjolan aura seksnya, semua akan tetap baik-baik saja. Dari sinilah kita bicara mengenai tiga lagu berikut ini.

“Chandelier”, “Nobody’s Perfect”, dan “Somebody That I Used to Know” masing-masing dibawakan oleh Sia, Jessie J, dan Gotye Feat Kimbra. Sebagaimana dibicarakan sebelumnya, pada mulanya ketiga lagu ini menarik karena sering didengar serta berkarakter unik pada melodinya. Dari ketiga judul itu hanya satu yang tidak bisa langsung ditebak isi lagunya yaitu Chandelier. Namun, ketiganya punya kesamaan dalam hal tema yaitu kekecewaan. 

Musik video STIUK terbilang sederhana. Hanya ada dua orang laki-laki dan perempuan yang muncul berurutan tanpa banyak adegan di luar itu. Penonton hanya diarahkan untuk fokus pada tubuh bugil keduanya. Di sinilah keunikannya. Meski keduanya tampil tanpa busana sama sekali, tapi bisa ditangkap maksud bahwa bukan kesan penonjolan libido yang ingin ditampakan melainkan penekanan emosional. Muncul dan hilangnya satu demi satu mozaik warna pada tubuh mereka bisa mewakili perasaan kecewa saat menyadari bahwa seseorang yang sudah tak lagi kita miliki telah berubah. Kini mereka hanya sebatas orang yang dulu pernah kita kenal.

Hal serupa itu juga terdapat dalam mv “Chandelier” dan “Nobody’s Perfect”. Kedua sosok perempuan dalam masing-masing video ini mengenakan busana skinny. Tapi sekali lagi, bukan penonjolan bagian tubuh itu yang menjadi santapan mata. Meskipun Jessie J dan terutama perempuan dalam “Chandelier” itu bergerak meliuk-liuk sedemikian rupa, penonton lebih terfokus pada pesan moral dan kesan emosional yang melekat dalam koreografi tersebut.
Penekanannya, hal terbaik dari sebuah karya, dalam hal ini lagu adalah amanat dan khatarsis yang bisa diperoleh masing-masing orang. Tidak semua adegan-adegan kotor dalam mv lagu-lagu barat jadi hal utama yang perlu disuguhkan. Mv hanyalah visualisasi. Sayangnya, kadang itu justru dijadikan ajang pemenuhan ego dari pihak terkait.