Laman

Rabu, 24 November 2010

embun di pagiMu, Tuhan

tulisan kecil untuk Tuhanku, Yang Maha Besar

Tuhan.
begitu kami menyebutmu, tapi sungguh, memanggilmu dengan Allah adalah teduh yang tak berbanding dengan apapun.

Tuhan.
di duka yang berkedalaman, hanya sekedar melafadzkan kebesaranMu, telah mampu memperpanjang helaan napasku yang nyaris tersengal.

aku datang, Tuhan. untuk membawakanmu segelas yang belum terisi penuh kesedihan.
maukah kau mendengar tanyaku?
"kenapa Kau kerap menjadikan air mata sebagai perantara kisahkasih kita? padahal aku ingin mencintaimu dengan kesadaran penuh, bukan lantaran pedihperihluka, apalagi cinta"

Tuhan, aku ingin mencintaimu dengan tidak sederhana.


kafe senja, 241110

Rabu, 17 November 2010

jangan pernah menganggap suatu hal sebagai masalah

percaya atau enggak, terkadang ada hal-hal yang gak perlu diucapkan. cukup dirasakan.

ah. aku gak suka nulis diary macam ini. bertele-tele.
intinya, hari ini ada hujan yang turun deras di halaman wajahku.
deras... sekali.


pagi tadi, kakak yang paling kucintai menelpon. biasa, menanyakan kabar.
obrolan kami mengalir renyah, tentu saja dengan guyon yang iseng kulempar dan akhirnya memecah tawa diantara kani, via handphone.

dari mulai masalah jumlah hewan kurban, sampai pada perasaan.
aku bercerita padanya, tentang keadaanku. tentang kuliahku.
dan ia menanggapi dengan penuh kesungguhan. kalimat yang ia ucapkan pun penuh pemaknaan.
aku semakin serius, mendengar wejangan-wejangannya yang sederhana membuatku tak kuasa menahan butir-butir bening untuk tetap di belakang bola mata. mereka mengalir jatuh dengan sempurna.
sesekali aku sesenggukan, menahan agar tangisku tak terdengar di seberang sana.

hampir satu jam, setelah beberapa menit adzan dzuhur berkumandang, ia memintaku untuk sholat lebih dulu. ia bilang padaku,
* jangan pernah menganggap suatu hal sebagai masalah, tapi anggaplah sebagai ujian dari Allah yang harus kita pecahkan.
* belajarlah untuk menyeimbangkan dunia dan akhirat.
* saat kutanya, ia menjawab bahwa mendahulukan habluminallah itu lebih penting daripada habluminannas. sebab, ketika kita kuat pada habluminallah, maka habluminannas akan mengikuti.
* belajarlah di setiap waktu, di manapun, jangan pernah berharap pada makhluk tapi berharaplah hanya padanya. ilmu Allah itu luas dan ada di mana-mana, di siapa-siapa.
* bersedekahlah tanpa berpikir motif orang yang meminta padaku, berikan apa yang bisa kau berikan sebelum akhirnya kau menjadi peminta
* nikmati waktu-waktu utama bersama Allah, 5 kali sholat fardhu ditambah dhuha dan tahajud
* berbagilah kepada Allah, jangan hanya kesedihan tapi juga kebahagiaan

Buatmu, Taa


duhai, dengan apa lagi
kubaca kerakap dimatamu
di lebat
dipekat
rindang bumi matahari
aku tersudut tepat ditepi
kau, menitik
rakit imaji

duhai, dengan apalagi
kuceritakan ini padamu
pada sampan deru
buatmu, Taa

Kalau aku seorang pelaut
akan kujaring matamu
tak kuhirau
lokan dan panjang joran
akulah pelaut
yang bukan popeye
akulah pelaut
yang ingin hidup terus
dimatamu
buatmu, Taa

Mungkin
di atas sampan 
kunikahi kau dengan puisi

17 NOVEMBER 2010

Senin, 15 November 2010

“Ayah Tak Pulang, Nak”

#1

Senja bersiap pulang. Di teras rumah, seorang Ibu dan Anak Perempuannya duduk di kursi. Tatapannya kosong. Wajah sang ibu semakin gusar saat senja benar-benar pulang dan adzan maghrib berkumandang samar.

Ibu                  : (Memandang putrinya dalam, seperti menahan marah)
Gita                  : (Balik memandang ibunya, tak paham. Seolah dalam hatinya bertanya, ‘Ada apa denganmu , Ibu?’)
Ibu                  : Papa kamu itu memang keterlaluan!
(Tiba-tiba dari dalam Gina muncul sambil setengah berteriak, kepalanya terbungkus handuk)
Gina               : Ibu sama Gita ngapain sih? Maghrib-maghrib pada asik di depan pintu. Nyamuuuuuuk!!! (dengan perasaan kesal Gina kembali ke dalam).

#2
Di ruang makan.
Hampir malam. Seorang ibu sedang sibuk menyiapkan makan malam. Sementara putrinya sibuk memperhatikan pintu. Sebentar ia duduk, kemudian berdiri memperhatikan pintu, sebentar memperhatikan ibunya, kemudian duduk.
Ibu 2               : (Tetap konsentrasi menyiapkan makan malam, ia mulai mengisi dua piring di meja dengan nasi dan lauk, kemudian mulai menyantap makan malam. Melihat putrinya gusar, ia berhenti sebentar) Sekar…
Sekar              : (Tak menjawab, terus gusar di dekat pintu)
Ibu 2               : Sekar, kamu kenapa belum makan?
Sekar              : (Berhenti mondar-mandir, memandang ibunya) Ibu kenapa sudah makan?
Ibu 2               : Nanti makanannya dingin, Nak
Sekar              : Ibu tak menyiapkan satu piring lagi untuk ayah?
ibu                  : (Menghela napas, kemudian tersenyum getir) Malam ini Ayahmu tak pulang, Nak
Sekar              : Kenapa ayah tak pulang? Kemarin kan ayah sudah tidak pulang???
Ibu 2               : Sudah sudah, kamu makan saja dulu ya
Sekar              : (Menatap ibunya penuh tanya. Kemudian duduk di kursi makan).

Baru sebentar duduk, tiba-tiba terdengar ketukan pintu agak keras dan seperti yang mengetuk sedang tergesa-gesa, tanpa salam. Sekar turun dari kursi dan bergegas membukakan pintu.

Sekar              : (Sambil berlari kecil) Ayah pulang! (Kreek, suara pintu dibuka)
Bude Puri      : (Ingin bergegas ke dalam, namun tertahan olek ekspresi Sekar)
Sekar…
Sekar              : (Menatap kesal dan meninggalkan Bude Puri begitu saja)
Ibu 2               : (bertanya dari meja makan) Siapa yang datang, Nak?

Sekar kembali duduk di kursi makan. Tak menjawab pertanyaan Ibunya. Kemudian Bude Puri jalan tergesa-gesa mendekati Ibu Sekar
Bude Puri      : (Menggeser kursi dan duduk)Suamimu mana, Nduk?
Ibu 1               : (Mengerutkan dahi) Ada apa, Mbakyu?
Bude Puri      : (Memandangi sebentar ekspresi adiknya yang mencoba datar) Mbak mau pinjam duit, barusan petugas Bank mampir, Mas Yanto lagi sakit, karena belum punya duit, mbak bilang lusa baru bisa bayar tunggakan
Ibu 2               : Mbak sudah makan? (Datar, sambil terus mengunyah makan malam)
Bude Puri      : Mbak lagi serius, Nduk! (Menekan suara)
Ibu 2               : (Berhenti makan, memperhatikan putrinya yang diam memangku dagu) Sudah dua hari Sekar bersikap seperti ini mbak, dan saya masih bingung harus berbuat apa. Ayahnya pamit pergi ke rumah temannya dua hari lalu, mau cari pinjaman modal katanya. Mbak tahu sendiri kan, sudah hampir satu bulan Mas Aryo kehilangan pekerjaannya, gara-gara diberhentikan sebagai PNS
Bude puri      : (Memutar posisi duduk, menghadap meja, kemudian memandangi Sekar) Suamimu itu lo, Nduk. Udah mantep jadi PNS, kok ya malah mencla-mencle. Sibuk ngurusi bisnis sampingan (Terheran-heran, menggelengkan kepala)
Ibu 2               : (Berusaha tetap menutupi suatu hal) Aku sebagai istri ya sudah ngingeti Mbak, tapi suamiku itu keras kepalanya sudah akut…
Sekar              : (Memotong kalimat ibunya) Ibu ayah kapan pulang??? (teriak)

(Ibu 2 dan Bude Puri tercengang). 

#3
Di teras rumah, Gina sedang santai ngobrol dengan Yanti.
Gina               : (Sambil memegang setoples kudapan) Kamu nginep aja ya,  belakangan aku paleng di rumah. Mamaku itu lho, tiap hari uring-uringan melulu
Yanti               : (Membalik halaman majalah) Ya seharusnya kamu nenangin Mamamu, Gin
Gina               : (Menutup toplesnya) Nenangin gimana Yan? Aku sama Gita itu udah bosen. Lagian yang salah juga Mamaku sendiri

(Gita datang, pulang kuliah. Sejenak hening).
Gita                 : Kak Gina gak kerja? (Melepas sepatu)
Gina               :Libur Git. Kamu kok jam segini udah pulang?
Gita                 : Iya Kak. Dosennya mau kuliah juga katanya (menaruh sepatu di sudut teras) jadinya kita disuruh kuliah di rumah. Mama ada di dalam Kak?
Gina               :  (Melengos) Ya kamu tahu sendiri lah Git

Gita                 : (Menghela napas) Yaudah aku masuk dulu, yuk Kak Yan

Yanti       : Oh, iya Git (Tersenyum. Memperhatikan sampai Gita lenyap dari                                       pandangan)

(Tak lama setelah Gita masuk ke dalam, terdengar keributan kecil)
Ibu 1               : Kamu tahu gak, Mama itu malu sama tetangga, sama keluarga,
sama Koperasi bahkan sama Pemerintah!
(Hening)
Ibu 1               : (Terdengar isak tangis lirih)
Sekarang coba kamu bilang, Mama mesti gimana?

(Di luar, Gina dan Yanti saling pandang.)
Gina               : Sekarang coba kamu bilang Yan, gimana aku harus nenangin
Mamaku?
Yanti               : (Menghela napas) “Sabar ya, Gin… memang kalo boleh aku tahu,
ada masalah apa sebenernya?
Gina               : (Memandang kosong ke depan) Aku sebenarnya malu Yan cerita ke kamu, tapi setidaknya ini bisa mengurangi beban pikiranku (menunduk) Hampir sebulan… Papa menghilang (Jeda)

Hapenya jelas gak bisa dihubungi. Sebagai perantau, saudara Papa ada di seberang pulau sana, gak ada satupun yang bisa kami jadikan petunjuk (jeda).

Bahkan sebelum akhir-akhir ini Mama semakin kacau, kita uda sempet ke kantor polisi dengan membuat laporan orang hilang. Gila kan? Karena sebelum pergi, Papa kelihatan seperti orang linglung (berdiri, diam sebentar)

Hal parah yang kupahami adalah, Mama selalu menuntut Papa untuk menuruti Konsumerismenya. Kamu tahu Yan? Papa itu CUMA Pegawai Negeri! ( suaranya meninggi). Tapi sejak setahun lalu Mama terus menuntut dibelikan mobil (jeda, suara penjual bakso lewat. Ting… ting… ting… “bakso- bakso!")
Akhirnya, Papa nekat menjadikan Sertifikat- Kepegawaiannya ke Bank, untuk mengajukan pinjaman. Hasilnya, kamu tahu sendiri, Avanza yang sebulan lalu ditarik dealer karena kami telat bayar cicilan. Dan setelah itu Papa hilang entah kemana
Gita                 : Yaudalah Ma, nanti aku bantu semampuku (berusaha merendakan suara sejadinya) Aku akan cari kerja untuk bantu Kak Gina, aku akan ambil cuti kuliah se (tahun)…
Ibu 1              : (memotong) Kamu tahu, apa yang bikin Mama sampai stress begini? Bukan karena hutang-hutangnya papa, BUKAN! Ada hal lain yang bikin Mama hampir gila!!! (menekan kata gila)
#4
Di dalam Keremangan, keadaan begitu hening, hanya ada suara jangkrik yang mengiringi diskusi kecil antara dua orang pria.
Pria 1              : (Keluar dari mushola) Sampai kapan kamu mau sembunyi seperti ini?
Pria 2              : (Menyusul keluar. Membasuh wajah dengan tangannya) Saya belum tahu, Ki
Pria 1              : (Sudah duduk di teras) Setiap orang sudah punya jatah masalah masing-masing, berat atau ringan hanya tergantung pada sikap kita menghadapinya. Ingatlah, ini bukan lagi bagaimana perasaanmu, tapi juga orang-orang yang menyayangimu
Pria 2              : Ya Kyai, saya mengerti (duduk bersila di samping Pria 1) Lantas, saya harus melakukan apa Ki. Saya merasa belum sanggup menopang beban ini.
Pria 1              : (Melepas kopiah) Saya yakin, kamu pasti paham. Bahwa Tuhan sudah paham kapasitas kesanggupan kita untuk menghadapi setiap ujiannya (Kriik… kriiik, suara jangkrik)
Pria 1                  : (Melanjutkan) Tidak mungkin ada masalah yang tidak bisa diatasi. Yang penting kamu sudah mengakui kesalahan, selanjutnya adalah memperbaiki diri
Pria 2                 : (Bangkit dari duduk. Maju dua langkah, kemudian memegang tiang teras) “Setahun lalu, saya memutuskan untuk menikah lagi, secara syiri. Istri saya tidak tahu karena terlalu sibuk dengan urusannya. Dua anak gadis yang begitu saya sayangi, pun hanya terkungkung pada ketakberdayaan perang dingin orangtuanya (duduk di bangku)

Tapi jujur Ki, itu saya lakukan lantaran saya benar-benar tak tahan dengan perilaku istri pertama saya.Tapi akhirnya justru saya menyulitkan keadaan istri kedua saya. Saya sangat mencintai dia Ki. Ya, walaupun sebelumnya dia harus dipaksa menikah dengan pria lain, saya malu Ki belum bisa membahagiakan keluarga kecil saya. Ah! Sekar. Saya begitu merindukannya. Putri kecilku (pelan- pelan tubuhnya luruh ke lantai, meremas kepalanya)

(Suara Gitar Akustik lamat-lamat masuk, kemudian terdengar lirih lagu GIGI “Akhirnya”)

Kusadari akhirnya, kerapuhan imanku
Telah membawa, jiwa dan ragaku ke dalam dunia yang tak tentu arah
Kusadari akhirnya, Kau tiada duanya
Tempat memohon beraneka pinta, tempat berlindung dari segala mara bahaya
Oh Tuhan, mohon ampun atas dosa dan dosa s’lama ini
Aku tak menjalankan perintah-Mu, tak pedulikan nama-Mu
Tenggelam melupakan dirimu-Mu
Oh Tuhan, mohon ampun atas dosa dan dosa sempatkanlah
Aku bertobat hidup dijalan-Mu, tuk penuhi kewajibanku
Sebelum tutup usia kembali pada-Mu
O, kembali pada-Mu 
#5

Di lantai rumah, Sekar sedang bicara dengan bonekanya
Sekar              : Kapan terakhir kau bertemu  Ayahmu? (memandangi boneka)
Boneka          : (…)
Sekar              : Selama itu? dan kau tak merindukannya?
Boneka          : (…)
Sekar              : Semalam aku mimpi bertemu Ayah. Ia sedang sedih, wajahnya
murung. Tapi …
(Sekar mendekap bonekanya)
Sekar              :Apa kau tahu, kenapa ibu tak berusaha mencari Ayah?
Ibu 2               : (Pulang dari pasar, membawa sedikit belanjaan)
Sekar              : Ibu… apa ibu bertemu Ayah di pasar? (penuh harap)
Ibu 2               : (Meletakkan barang bawaannya, kemudian duduk disebelah sekar, mendekapnya, mengelus kepalanya)
            Sekar             :Kenapa ibu tak mengajak ayah pulang Bu?
            Ibu 2               : Sekar, jika waktunya tiba, Ayah pasti pulang Nak.
            Sekar             :Ayah bilang begitu? (polos)
Ibu 2               : Ayah pasti pulang. Bukan ibu tak ingin mencarinya, tapi justru karena  ibu tahu, Ayah pasti pulang pada kesederhanaan. Kepada kita, Nak. Ke rumah kita ini
Sekar              : Bu…(memandang lekat wajah sang Ibu)
Ibu                  : Ya, Nak?
Sekar              : Kapan ayah pulang?

Langsung masuk Reff, lagu “Ayah”

Ayah, dengarkanlah
Aku ingin bertemu walau air mata di pipiku
Ayah, dengarkanlah
Aku ingin berjumpa, walau hanya dalam mimpi
Selesai

berdiskusi tentang hujan


"ingatkah kau kepada hujan?"
tanyamu di luar jendela
sebentar kusingkap tirai
mendapati matamu menuang gerimis ke gelas malam
dan aku mampu untuk diam

"bagaimana aku untuk lupa? sedangkan gerimis adalah kata pengantarmu di setiap diskusi kita"



aku ingin berdiskusi tentang hujan
di dua kursi yang biasa kita pasang
di halaman rumahmu



kafe senja, 15 november 2010

sepucuk tunas, untukmu

inilah ketika pagi meminang embun yang luruh dari keterjagaanmu
menyebar teduh hingga sesekali dingin menggeliat
matamu adalah pagi
tapi juga matahari
bahkan senja di permulaan petang
yang dengannya aku melihat meski dalam jarak

kau,
di sepuluh jari yang kian kerut adalah penggenggam cinta
dua kakimu melangkah, menemu jalan terjal dan berlubang
tak hanya sekali kau jatuh kemudian terkilir
semata untuk menopang kaki-kaki kami yang terkadang salah menikung

pernah, kutemukan ranjangmu patah di sajadah
sambil kau mematung di kerendahan paling rendah
menangis,
mengeluh betapa kau belum juga bisa menjadi serupa karang

aku tak peduli.

sebab memang aku masihlah pasir kecil yang sering sembunyi di matamu
berdalih angin menerbangkanku

...

sepucuk rindu yang pagi ini bertunas lagi, Bu
kupetik untukmu
beberapa embun di atasnya untuk membasuh rindu batinmu
semoga kau tetap dalam pijar seterang, sehangat dan sekuat matahari
yang tak pernah lelap
sebab aku tahu ibu,
kau tak pernah melakukannya
hanya berpindah dari satu belahan ke belahan lain di pandangan kami yang masih terbatas


kubungkas dan kutitipkan padaNya
semoga sampai tepat ketika kau hening
dalam jarak yang sengaja kita ukir


tembalang, semarang ------------------------------------- lampung, 45 tahun setelah 15 november 1965

putri kecilmu yang mencoba lebih baik, mencoba dewasa namun tetap kecil di kasih sayangmu yang terlampau besar
Desta Ayu Wulandari

TERAS SASTRA (TeSt) OASE KEDUA MENAMPUNG KARYA ANDA UNTUK DIDISKUSIKAN DAN DITERBITKAN DI BULETIN 'TERAS SULUH ISI ULANG DUA'


Salam Budaya!
Salam Suluh!

"Obrolan santai tapi cerdas akan membahas salah satu karya terpilih yang didapat dari seluruh penjuru nusantara"

Perjalanan menjadi susuran oase, bagai melacak dimana lekuk nadi kita sendiri. Begitulah Sanggar Suluh, coba bertahan dengan mencari denyut-denyut yang mungkin siap memerahkan darah, menitik aroma pada kematian 'nanti' yang pasti akan terbit pada semua kebendaan. Memulai sesuatu artinya siap menggerakkannya pada rel yang membawa kepada suasana apapun; suka, derita, perjuangan bahkan airmata. Kami berkomitmen untuk itu, menjadi bagian kecil dari besarnya sastra Indonesia.

TeSt 'Buka Lahan' sudah mendapatkan karya-karya pilihan* dengan acara puncaknya pada 31 Oktober 2010 di DKJT (Dewan Kesenian Jawa Tengah)-Kompleks Kampung Laut, PRPP-Semarang. Menghadirkan sebuah puisi oleh Rangga Umara (Bandung) berjudul 'Jeritan Anak Malang'. Para Tamu di teras akan dibebaskan untuk mengeluarkan apa saja yang ada dalam benaknya, disambut, ditimpali, diiyakan/ditolak hingga menemukan perangai sastra baru yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Keunikan dari TeSt terletak pada ‘ketidakpentingan’ kehadiran pengarang terhadap hasil karyanya. Dalam teori pengkajian sastra ini berlaku, setelah karya sastra diterbitkan (publish) maka pengarang sudah terpisah dari karyanya yang telah memiliki dunia sendiri, lalu diterjemahkan tanpa intimidasi sang pengarang. Hasil karya selanjutnya menjadi tanggungjawab para pengkaji, pembedah, penelaah atau yang mencoba membuka tabir hubungan antara karya dengan dirinya maupun orang lain. Untuk lebih formalnya, kritikus sastralah yang menjadi jembatan pemahaman ke pembaca yang lebih luas.

Beberapa waktu lalu, beberapa kawan di grup Teras Sastra (TeSt) Sanggar Suluh menyarankan agar menetapkan tema setiap edisi TeSt agar lebih menspesifikkan karangan. Setelah melakukan rapat pengurus, akhirnya saran ini disetujui dan tema untuk TeSt Oase Kedua adalah 'PEMUDA; refleksi sumpah pemuda 28 Oktober 1928'. Diharapkan tema ini akan mencatat karya berkenaan Sumpah Pemuda baru saja diperingati pada tahun 2010.

Bila memungkinkan pengarang untuk hadir dalam TeSt, tidak ada larangan untuk itu, namun tidak menjadi sebuah keharusan. Lalu bagaimana pengarang dan pembaca umum bisa tahu hasil diskusi?

Pertanyaan ini akan sekaligus dijawab dalam pembahasan teknis TeSt,

1. Penulis berasal dari belahan manapun di Indonesia--walaupun tidak sedang menetap di Indonesia, tidak ada dikotomi pendidikan, kelas, jabatan, pangkat, profesi, latarbelakang, politik, agama dan semua jenis pemisah dan pemecahbelah,

2. Terlebih dahulu membolehkan karyanya untuk ditelaah dan dikaji sebelum dikirim ke panitia,

3. Tulisan boleh dalam bentuk puisi, cerpen, naskah drama, esai sastra dan artikel sastra,

4. Bagi yang belum menjalin pertemanan di FB dengan panitia penjaring karya online wajib meng-add Qur’anul Hidayat Idris, Sanggar Suluh dan bergabung ke grup Teras Sastra (TeSt) Sanggar Suluh** guna untuk men-tag info dan hasil diskusi serta mempermudah komunikasi lebih lanjut,

5. Tema, 'PEMUDA; refleksi sumpah pemuda 28 Oktober 1928'

6. Mengacu pada tema, peserta mengirimkan maksimal satu karya terbaik,

7. Tulisan dikirimkan ke sanggarsuluh@gmail.com dalam file (doc.)

8. Dibawah karya, tuliskan identitas singkat, kontak yang bisa dihubungi dan satu foto pribadi,

9. Wajib mem-publish karya yang diikutsertakan di note fesbuk dengan memberi judul 'KARYA SAYA UNTUK TERAS SASTRA (TeSt) OASE KEDUA SANGGAR SULUH'


11. Peserta wajib men-tag catatan ke minimal 20 akun termasuk akun Qur'anul Hidayat Idris dan Sanggar Suluh,

12. Tenggat untuk pengiriman Teras Sastra (TeSt) Oase Kedua tanggal 15 November 2010, selanjutnya akan ada info untuk TeSt berikutnya,

13. Akan dipilih lima karya terpilih dengan hirarki (urutan) pilihan, urutan pertama karyanya akan diangkat dalam diskusi yang dilaksanakan pada 21 November 2010 di Semarang (tempat menyusul)

14. Setelah terpilih, undangan, pamflet serta pemberitahuan ke yang bersangkutan akan dilaksanakan secepatnya,

15. Hasil diskusi akan diterbitkan di catatan FB, blog Sanggar Suluh juga Blog-blog milik panitia untuk bisa disimak dan dibahas kembali oleh teman-teman yang tidak bisa hadir dalam TeSt,

16. Lima karya terpilih akan diterbitkan di Buletin Teras Suluh dan akan dikirimkan ke alamat yang bersangkutan (tanpa imbalan materi)

Teras Sastra belumlah menjadi even sastra besar, namun kita berharap anda menjadi bagian dari kami untuk eksis dalam memberikan andil dalam dunia sastra saat ini.Terima kasih kami ucapkan yang telah berpartisipasi, semoga Sanggar Suluh dapat terus belajar dan membagikan hasil pembelajaran tersebut buat kemanfaatan bersama.

Keterangan:
* Pengumuman karya terpilih TeSt 'Buka Lahan' dapat dilihat di sini:http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150287064695430

** Untuk melihat dan meng-add grup Teras Sastra (TeSt) Sanggar Suluh klik link ini: http://www.facebook.com/home.php?sk=group_162358557126733&ap=1

Info berkenaan TeSt dapat juga dilihat di,

(INFO INI TOLONG DIBAGIKAN KE REKAN, KERABAT, TEMAN UNTUK BISA DISIARKAN KE SELURUH NUSANTARA)
terimakasih...

Salam budaya!
Salam Suluh!