Paytren adalah Jodoh yang sempat Tertunda
Jika diibaratan jodoh, maka “perkawinan”
saya dengan Paytren sebetulnya sudah diawali dengan perkenalan di awal tahun
2014. Sayangnya, perkenalan itu gagal membuat saya terkesan, dan bahkan memutuskan
untuk tidak melanjutkan niat tersebut. Sesaat setelah dijelaskan sedikit
mengenai cara kerja Paytren, seketika saya ilfeel. Entah karena si Mak Comblang
(baca: Agen) yang tak pandai
menjelaskan, atau karena memang Tuhan masih ingin menundanya. Sejak hari itu
tak ada lagi komunikasi antara saya dengan Paytren. Sampai akhirnya dua tahun
berlalu, saya dipertemukan lagi dengan Paytren.
Pertemuan kami yang kedua adalah sebuah
CLBK, persis: Cinta Lama Bersemi Kembali. Jika pada pertemuan pertama saya
mendapati both Paytren di sebelah kanan, maka pada pertemuan di bulan Januari
2016, saya melihat Paytren ada di sebelah kiri. Keduanya sama-sama saya temui
usai Kajian Ahad Dhuha bersama Yusuf
Mansur yang rutin diadakan di Masjid Istiqlal Jakarta di tiap pekan ke-empat. Saya
sengaja menghampiri Paytren, menanyakan kabarnya, dan saling bertukar kontak.
Dengan sikap yang saya buat agak sedikit cuek, saya bilang akan coba
beradaptasi ulang dulu. Bagaimanapun, dulu saya sempat gagal mencintai Paytren.
Adaptasi ulang yang saya maksud adalah
membeli paket Kartu Perdana (KP 25). Meskipun kangen, saya tidak bisa langsung
blak-blakan mengatakannya. Dengan KP25, saya akan bisa memastikan apakah kali
ini Paytren sudah lebih baik, dan bisa membuat saya nyaman atau tidak.
Sesampainya di rumah, saya langsung membuka diri, mencoba memahami cara kerja
Paytren. Pada KP25, saya langsung mendapatkan cashback berupa deposit sebesar
Rp15.000. Deposit itupun saya coba gunakan untuk mengisi pulsa handphone.
Sebelumnya Mak Comblang kami yaitu Mas
Hayat telah lebih dulu memandu saya melakukan registrasi. Awalnya saya harus
mengunduh aplikasi Paytren di Playstore. Saya diberi serial number, kemudian
mendapatkan id, username dan password. Jujur, di pertemuan kedua kami, saya
merasakan perubahan yang begitu besarnya pada Paytren. Saya berhasil melakukan
percobaan transaksi, lalu membuat pengumuman kecil pada rekan kantor bahwa
mulai hari itu saya menjual pulsa. Dan pada hari itu juga, saya mendapatkan
pelanggan pertama yaitu Pak Kusno. Dia butuh pulsa sebesar Rp50.000. Berhubung
deposit yang saya miliki hanya Rp15.000, itupun sudah saya isikan pulsa ke
nomor saya sendiri, saya bergegas mengabarkan Mas Hayat bahwa saya ingin
mengisi deposit.
Mas Hayat langsung memandu saya. Pada
aplikasi Paytren, fiturnya sudah lengkap dan mudah. Saya hanya perlu memilih
menu Deposit-Isi Deposit-dan akan muncul instruksi untuk mentransfer uang ke
rekening Paytren Pusat. Kelebihan Paytren dalam hal transfer adalah tidak perlu adanya
konfrmasi. Sebab dalam tiap transaksi sudah ada kode unik yang bisa langsung
dipahami oleh system. Misalnya, saya sudah order deposit sebesar Rp50.000,
kemudian saya mendapatkan instruksi untuk mentransfer sebesar Rp50.123. Jumlah
itu tidak akan pernah sama dengan pengorder lain di seluruh dunia (by the way,
Paytren memang sudah mendunia, padahal asli Indonesia). Beberapa menit
kemudian, saya mendapatkan sms bahwa deposit sudah bertambah. Lalu saya cek ada
menu deposit, jumlahnya sesuai. Bahkan kelebihan sebesar Rp123 pun masuk ke dalam
deposit saya.
Sedikit demi sedikit, saya mencoba untuk
memahami Paytren. Pun, sebaliknya. Selain untuk kekebutuhan pulsa hanphone dan
listrik, Paytren bisa membantu saya dalam pembelian tiket kereta/pesawat, juga
untuk membayar iuran, misalnya BPJS dan PAM. Bahkan dalam waktu dekat, Paytren
akan memudahkan para pengguna di wilayah perdesaan. Di mana penggunanya bisa
tarik tunai di Alfamart, meskipun tak punya ATM. Jadi, kita yang bekerja di
kota atau bahkan di luar negeri, akan lebih mudah mengirim uang ke kampung.
Mengingat Alfamart sudah menjangkau sampai pelosok desa.
Singkatnya, hanya dalam waktu 2 hari, saya
memutuskan untuk menerima lamaran Paytren. Keputusan itu disahkan dengan saya
memberikan mahar (ya, Paytren menganut Patrialisme) sebesar Rp350.000. Dengan
mahar itu, saya mendapatkan seuah lisensi, semacam surat pengesahan bahwa saya
sudah menjadi istri Mitra Paytren. Jika pada KP25 saya hanya bisa
transaksi pulsa, maka setelah mendapatkan lisensi Paket Basic sebesar
Rp350.000, saya resmi menjadi Mitra Paytren dan berhak menggunakannya untuk
mendapatkan mitra lainnya. Transaksi saya pun tidak lagi terbatas pada pulsa,
tetapi sudah full. Semua menu bisa saya gunakan seperti pembelian tiket dll tadi. Dan yang lebih menyenangkan, saya akan berkesempatan mendapatkan komisi
turunan.
Lalu timbul pertanyaan, apakah Paytren yang
sudah saya "nikahi" itu ternyata sebuah MLM? Dan apa pula komisi turunan? Yang jelas, saya sadar bahwa Paytren bukanlah bisnis kecil sekadar berjualan pulsa. lebih dari itu, kita bisa membuka lapangan kerja. Pada bagian lain saya akan ceritakan juga soal pengalaman berjualan pulsa semasa kuliah yang ternyata tidak semenguntungkan jika menggunakan Paytren.
Bersambung, insyaallah...
Bersambung, insyaallah...