Laman

Senin, 23 Mei 2016

PAYTREN=MLM (?)


Paytren adalah Jodoh yang sempat Tertunda

Jika diibaratan jodoh, maka “perkawinan” saya dengan Paytren sebetulnya sudah diawali dengan perkenalan di awal tahun 2014. Sayangnya, perkenalan itu gagal membuat saya terkesan, dan bahkan memutuskan untuk tidak melanjutkan niat tersebut. Sesaat setelah dijelaskan sedikit mengenai cara kerja Paytren, seketika saya ilfeel. Entah karena si Mak Comblang  (baca: Agen) yang tak pandai menjelaskan, atau karena memang Tuhan masih ingin menundanya. Sejak hari itu tak ada lagi komunikasi antara saya dengan Paytren. Sampai akhirnya dua tahun berlalu, saya dipertemukan lagi dengan Paytren.

Pertemuan kami yang kedua adalah sebuah CLBK, persis: Cinta Lama Bersemi Kembali. Jika pada pertemuan pertama saya mendapati both Paytren di sebelah kanan, maka pada pertemuan di bulan Januari 2016, saya melihat Paytren ada di sebelah kiri. Keduanya sama-sama saya temui usai Kajian Ahad Dhuha  bersama Yusuf Mansur yang rutin diadakan di Masjid Istiqlal Jakarta di tiap pekan ke-empat. Saya sengaja menghampiri Paytren, menanyakan kabarnya, dan saling bertukar kontak. Dengan sikap yang saya buat agak sedikit cuek, saya bilang akan coba beradaptasi ulang dulu. Bagaimanapun, dulu saya sempat gagal mencintai Paytren.

Adaptasi ulang yang saya maksud adalah membeli paket Kartu Perdana (KP 25). Meskipun kangen, saya tidak bisa langsung blak-blakan mengatakannya. Dengan KP25, saya akan bisa memastikan apakah kali ini Paytren sudah lebih baik, dan bisa membuat saya nyaman atau tidak. Sesampainya di rumah, saya langsung membuka diri, mencoba memahami cara kerja Paytren. Pada KP25, saya langsung mendapatkan cashback berupa deposit sebesar Rp15.000. Deposit itupun saya coba gunakan untuk mengisi pulsa handphone.

Sebelumnya Mak Comblang kami yaitu Mas Hayat telah lebih dulu memandu saya melakukan registrasi. Awalnya saya harus mengunduh aplikasi Paytren di Playstore. Saya diberi serial number, kemudian mendapatkan id, username dan password. Jujur, di pertemuan kedua kami, saya merasakan perubahan yang begitu besarnya pada Paytren. Saya berhasil melakukan percobaan transaksi, lalu membuat pengumuman kecil pada rekan kantor bahwa mulai hari itu saya menjual pulsa. Dan pada hari itu juga, saya mendapatkan pelanggan pertama yaitu Pak Kusno. Dia butuh pulsa sebesar Rp50.000. Berhubung deposit yang saya miliki hanya Rp15.000, itupun sudah saya isikan pulsa ke nomor saya sendiri, saya bergegas mengabarkan Mas Hayat bahwa saya ingin mengisi deposit.

Mas Hayat langsung memandu saya. Pada aplikasi Paytren, fiturnya sudah lengkap dan mudah. Saya hanya perlu memilih menu Deposit-Isi Deposit-dan akan muncul instruksi untuk mentransfer uang ke rekening Paytren Pusat. Kelebihan Paytren dalam hal transfer adalah tidak perlu adanya konfrmasi. Sebab dalam tiap transaksi sudah ada kode unik yang bisa langsung dipahami oleh system. Misalnya, saya sudah order deposit sebesar Rp50.000, kemudian saya mendapatkan instruksi untuk mentransfer sebesar Rp50.123. Jumlah itu tidak akan pernah sama dengan pengorder lain di seluruh dunia (by the way, Paytren memang sudah mendunia, padahal asli Indonesia). Beberapa menit kemudian, saya mendapatkan sms bahwa deposit sudah bertambah. Lalu saya cek ada menu deposit, jumlahnya sesuai. Bahkan kelebihan sebesar Rp123 pun masuk ke dalam deposit saya.

Sedikit demi sedikit, saya mencoba untuk memahami Paytren. Pun, sebaliknya. Selain untuk kekebutuhan pulsa hanphone dan listrik, Paytren bisa membantu saya dalam pembelian tiket kereta/pesawat, juga untuk membayar iuran, misalnya BPJS dan PAM. Bahkan dalam waktu dekat, Paytren akan memudahkan para pengguna di wilayah perdesaan. Di mana penggunanya bisa tarik tunai di Alfamart, meskipun tak punya ATM. Jadi, kita yang bekerja di kota atau bahkan di luar negeri, akan lebih mudah mengirim uang ke kampung. Mengingat Alfamart sudah menjangkau sampai pelosok desa.

Singkatnya, hanya dalam waktu 2 hari, saya memutuskan untuk menerima lamaran Paytren. Keputusan itu disahkan dengan saya memberikan mahar (ya, Paytren menganut Patrialisme) sebesar Rp350.000. Dengan mahar itu, saya mendapatkan seuah lisensi, semacam surat pengesahan bahwa saya sudah menjadi istri Mitra Paytren. Jika pada KP25 saya hanya bisa transaksi pulsa, maka setelah mendapatkan lisensi Paket Basic sebesar Rp350.000, saya resmi menjadi Mitra Paytren dan berhak menggunakannya untuk mendapatkan mitra lainnya. Transaksi saya pun tidak lagi terbatas pada pulsa, tetapi sudah full. Semua menu bisa saya gunakan seperti pembelian tiket dll tadi. Dan yang lebih menyenangkan, saya akan berkesempatan mendapatkan komisi turunan.


Lalu timbul pertanyaan, apakah Paytren yang sudah saya "nikahi" itu ternyata sebuah MLM? Dan apa pula komisi turunan? Yang jelas, saya sadar bahwa Paytren bukanlah bisnis kecil sekadar berjualan pulsa. lebih dari itu, kita bisa membuka lapangan kerja. Pada bagian lain saya akan ceritakan juga soal pengalaman berjualan pulsa semasa kuliah yang ternyata tidak semenguntungkan jika menggunakan Paytren.
Bersambung, insyaallah...