Laman

Jumat, 23 Desember 2011

semarang kota dagang, bukan kota pelajar

2.48 wib
sejam yang lalu saya dibangunkan lagi. setelah melakukan beberapa hal penting, saya memutuskan untuk menunaikan kewajiban saya sebagai mahasiswa. adalah hal biasa, jika dalam seminggu saya hanya punya waktu khusus untuk mengerjakan tugas hanya di akhir pekan, itupun kalau tidak ada agenda colongan (angcol: baca--> ancol). sebab hidup hanya sebaatas mengerjakan tugas kuliah sama dengan memulai kematian pelan-pelan. ini tidak berlebihan. mengapa? karena seusai kuliah saya sadar, bukan tugas-tugas semacam itu yang akan saya hadapi, melainkan bagaimana menjalin relasi dengan orang lain kemudian saling bersosialisasi melanjutkan kehidupan. yaa, itu sudah menjadi pilihan. jadi tidak masalah jika konsekuensinya saya harus sering kebut-kebutan di akhir pekan kejar-kejaran dengan deadline, antara tugas kuliah dan organisasi.


http://nasikucing.com/showthread.php?tid=4829
saya kuliah di semarang. sebuah kota yang pada awalnya saya pikir sama dengan kota Yogyakarta. maklum, sepanjang hidup saya habiskan di Lampung, sebuah propinsi di kawasan sumatra. saya tidak pernah tahu seperti apa semarang. yang saya tahu, semarang adalah kota besar di jawa tengah yang isinya adalah para mahasiswa yang belajar, KEREN, itu dugaan awal.


nyatanya, 2 tahun lebih saya menimba ilmu di kota ini, akhirnya saya sadar. semarang bukanlah kota pelajar seperti yang saya bayangkan. semarang adalah kota dagang. jadi wajar jika suasana semarang tak sekondusif yogya. bagi yang beberapa kali memasuki semarang-yogya, pasti bisa merasakan perbedaan iklim ini. ada yang bilang di yogya adalah gudang buku, segalanya ada di sana. 


namun demikian, tidak berarti kita tak bisa belajar di semarang. justru itu menjadi peluang besar bagi kita yang mampu membaca situasi. dosen sastra melayu tiong hoa saya, yang telah menyeleaikan studi s2nya di yogya  bilang: jadi, jika sedikit saja kita serius, kita akan menjadi yang paling menonjol di sini. maksudnya, kalau kita bisa mengambil peluang untuk serius belajar di kota dagang semacam ini, kita akan mudah dikenali, karena kita berbeda dari kebanyakan yang ada. 


bagi yang ingin melanjutkan kuliah di semarang, silahkan berpikir ulang. semarang-yogya hanya berjarak 3 jam, tapi suasana dua kota sejarah ini cukup signifikan perbedaannya. yogya memang sebuah kota yang akan langsung mampu menarik hati pengunjungnya, tidak seperti semarang yang sepertinya memang merintis diri untuk menjadi kota metropilitan semacam jakarta. yang saya maksud berpikir ulang adalah: jika kamu ingin serius (hanya) menuntut ilmu, sebaiknya pergilah ke yogya, di sana kamu akan menemukan surga pendidikan. tapi jika kamu termasuk orang yang menyukai tantangan, semarang adalah kota yang siap menjadi pembimbing!


tulisan ini hanyalah perspektif sempit dari saya yang memang pernah dan sedang merasakan dua kota di jawa tengah ini. terlepas dari adanya sebutan atau kota lain yang sekarang muncul mengusung tema yang sama. lain waktu jika sempat akan saya paparkan mengapa saya setuju bahawa semarang adalah kota dagang, setidaknya untuk informasi bagi yang belum mengetahui gambaran semarang

Kamis, 22 Desember 2011

ibu dan jejak-jejak sungai

"kau punya ibu?"
pertanyaan itu sontak membuatnya lupa. ia lupa segala kejadian beberapa detik setalah mendengar kata itu.
"kau punya ibu?" pertanyaan yang belum sempat dijawab itu justru ia tanyakan balik pada yang bertanya.
"kau?", suara lain timbul entah dari mana "mana ibumu?", lanjutnya.
"ibumu mana?", lagi-lagi muncul suara.

***
hujan belum juga tiba. padahal sudah sejak setahun lalu ia merelakan diri duduk di tepi sungai yang kering karena kemarau yang nyaris mematikan kehidupan. ia tak pernah beranjak dari duduknya. hanya pikiran-pikiran tak berujung yang berhamburan di kepala.
"ibu mana?"
kekagetan membuat lamunannya pecah, ada yang tumpah dari sana.
setetes, dua tetes, tiga, empat, dan seterusnya.
"ibu?", matanya telah basah. di antara dua kubu di kelopaknya, ada aliran yang membentuk jalan. ia mulai menapaki jalan itu, mengingat sampai di mana tadi ia berpikir.
"ibu?"
di setiap jejak yang ia tinggalkan, suara itu menggambar diri. sementara ia terus berjalan memandu alitran menuju sungai.
ibu
    ibu
          ibu
sejenak ia berhenti, itu membuat aliran terpaksa mendahului langkahnya.
ia berbalik ke belakang, matanya berhamburan mencari sesuatu.
"ada banyak sekali yang kutinggalkan"
aliran telah sampai di sungai, sementara ia masih juga diam. di antara dua kubu di kelopaknya, ada sungai yang kini telah kembali. di sana ada jejak-jejak yang menggambar diri.

kafe senja, 22 desember 2011
"selamat hari ibu, mak. jejak dan sungai adalah hidup yang akan mematikan jika mereka tak kau bingkaikan untukku"

lemari

pagi masih terlalu dini. beberapa angin bahkan baru keluar dari pepatnya. tak ada yang mempu bersuara selain sunyi, hati. di balik kekemrungsungan yang terinjak-injak oleh waktu, setiap apa yang muncul di kepala, semuanya menjadi batu.
"apa yang kau pikirkan?", diremahnya ingatan itu.
waktu adalah tiran, itu yang ia dengar dari seseorang. terkadang ia ingin berlari melompati satu dari sekian fase yang rasanya menyakitkan. ada hal-hal yang rasanya begitu memuakkan sampai-sampai menjalaninya adalah pesakitan.
"berhentilah berdatangan!", matanya mulai membelalak di depan cermin sebuah lemari.
ia benci mengingat. apalagi mengingat kepedihan.
baginya penyesalan adalah jamban. tempat membuang segalanya yang tak indah. secara otomatis ia menyadari bahwa apa yang ia masukkan ke dalam sana akan bermanfaat pada tahap lain yang ia tak perlu tahu.
"tapi kamu tak butuh jamban!"
"DIAM!" sergahnya kemudian.
tiba-tiba ponselnya berdering samar. fokusnya pecah. ia mencari-cari dsumber suara yang sebenarnya telah lama dinantikan.
KREEK. suara pintu lemari terbuka, ponselnya tergeletak di sana.

di dalam lemari, tak ada lagi suara, dan segalanya mulai meyusun kematian sendiri-sendiri



kafe senja, desember 2011



"whatever will happen, i just pray at the end"


0:14
sekitar 2 jam lalu saya terbangun, ahh bukan bukan. ternyata masih juga saya sombong ya. selama ini saya tidak pernah terbangun, melainkan dibangunkan. dan saya pikir itu berlaku untuk semua orang, yang memiliki Tuhan.
entahlah. saya awalnya berniat menyesal karena menuliskan ini di blogspot. sejak beberapa bulan lalu saya telah sepakat hanya akan menuliskan hal-hal yang bersifat umum, tidak pribadi semacam ini. tapi jujur, saya rindu untuk dibaca, sebab di tempat saya yang satu itu (tempat menuliskan hal pribadi), tidak banyak yang mengetahui.
sebenarnya beberapa blog teman juga ikut menstimulasi tulisan ini. well, saya kembali pada satu pendapat: TULISAN ADA UNTUK DI BACA --> semoga ini menginspirasi.

saya dibangunkan. entah untuk alasan apa, tapi saya kira, Tuhan ingin saya datang dan menceritakan segalanya. hah! nyatanya saya malah bicara pada internet, dan blog ini kalian.
dua hal yang langsung muncul dalam benak saya setelah sebelumnya saya memutuskan untuk mematikan lampu kamar dan membiarkan Bob Dylan bernyanyi tanpa henti "Mr. Tambourine" (lagu ini kana menjadi pesakitan saya beberapa waktu ke depan, mungkin).

pertama, orang yang memeberikan lagu ini, kedua masalah di organisasi.
untuk masalah pertama syaa hanya ingin bilang, "segalanya akan kembali pada suatu awalan. kita semua hidup sendiri, tanpa apapun, tanpa siapapun". tapi yang saya sesalkan, ini seperti tidak berakhir pada waktu yang saya rencanakan. masih banyak hal yang ingin saya bagi dan tanyakan. tapi entahlah, yang jelas saya memang harus siap dengan segala kemungkinan. entah ini sudha berakhir atau belum. "TERSERAH", saya ulang kata itu, yang kalau kamu yang mendengar, begitulah rasanya.

kedua, siang tadi teman saya, pemimpin umum LPM Hayamwuruk mengabarkan bahwa tulisan saya di majalah Hayamwuruk edisi XXI/2011 telah sampai ke Jakarta. sebenarnya saya masih belum sepenuhnya memahami kata "sampai", apakah hanya sampai secara lisan atau tulisan. saya menanggapinya secara postif:

saya : wooo, keren ya =D
dia: aku serius dest
saya: iya...

saya tersenyum ketika itu. tapi ini bukan tanpa alasan. sebelum akhirnya tulisan itu disetujui oleh redaksi untuk dimuat dalam rubrik Jaring, saya telah melewati suatu tahap perenungan. apa yang saya tuliskan adalah fakta (yag terbungkus aib atau entah aib yang terbungkus fakta , lihat postingan saya INI;  ) keputusan yang menguatkan saya adalah: kalaupun pada akhirnya saya telah melakukan kekeliruan yang menyebabkan saya tertimpa masalah katakanlah dikeluarkan drai kampus, saya siap. KARENA SAYA YAKIN DENGAN APA YANG SYAA TULISKAN, SAYA PUNYA BUKTI-BUKTI YANG BISA DIJABARKAN. SAYA BERANI MEMPERJUANGKAN KEBENARAN. bahkan, syaa sempat berpikir konyol, bahwa betapa keren jika saya dikeluarkan dari kampus hanya karena tulisan yang menyentil birokrasi kampus (fakultas --> jurusan). tapi yang membuat saya agak berpikir lagi adalah, apa yang akan dirasakan orangtua saya? ah sudahlah, Tuhan ada bersama saya. whatever will happen, i just pray at the end. Allah and mommy are with me"

tadinya saya ingin ceritakan ini pada orang menjadi subjek pada masalah pertama saya, tapi karena suatu alasan yang saya tidak bisa pahami, saya ucapkan terima kasih. SIMPAN SAJA HAPEMU DALAM LEMARI...

Rabu, 21 Desember 2011

prolog sebuah epilog

tak ada yang lebih menyiksa
dari pagi yang kehilangan bulan tba-tiba
kehilangan cahaya
dari 2 kedalaman mata
keteduhan telah buyar, tertelan mendung yang kesepian
mari kini nantikan saja hujan
yang pelan-pelan akan hapuskan pagi
tenpa jejak tapi ingatan
yang melukai
kemudian sembunyi ke dalam lemari

kafe senja, desember 2011

epilog pagi

lama
cukup bahkan terlalu lama bulan di pekarngan pucat
tak bicara apalagi bulat
ia pecah menyambut  pagi
matamu yang selalu basah oleh rindu
dan petang terlalu cepat kembali
semogalah malam tak pernah datang
agar pagi tetap bertahan di sini

kafe senja, desember 2011

Jumat, 16 Desember 2011

sunyi, kau

pagi dan keteduhan matamu
adalah malam yang kini selalu luruh
dalam sekat-sekat ingatan
menggambar diri mengulas senyum sendiri
sunyi, kerap menjadi jendela yang membukakan bulan
bulan di bingkai wajahmu
ketika malam tiba dan mengetuk jendela kamar
mungkin ini rindu
di ketiadaan yang kini justru berbalik menjadi ada
kau memang sunyi yang kini selalu memaksaku hening
pada sketsa kita yang baru dimulai

kafe senja, desember 2011