Laman

Rabu, 10 Desember 2014

Mencicil Perubahan, Mengantisipasi Kekecewaan



Hidup ini penuh kejutan. Tapi tak semua kejutan bersifat positif seperti halnya kado ulang tahun. Ada kejutan yang nyata-nyata membuat tercengang hingga berakhir kecewa. Nah, agaknya efek buruk inilah yang telah diantisipasi oleh beberapa pihak terkait kebijakan umum yaitu dihapusnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).
Akhir November lalu pemerintah secara resmi mengumumkan soal penghapusan subsidi BBM yang juga dimaknai sebagai penaikan harga bahan bakar tersebut. Alasan yang digadang-gadangkan adalah subsidi yang selama ini dikucurkan lewat BBM telah disalahgunakan. Sehingga, subsidi BBM akan dialihkan ke sektor lain supaya lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang memang layak menerima. Sayangnya, manfaat dari pengalihan itu baru bisa dirasakan dalam jangka panjang. Berbading terbalik dengan dampak negatif yang serta-merta menimpa masyarakat.

Hal ini tidak mengherankan karena BBM memang berkaitan dengan banyak aspek pada sektor ekonomi. Dengan sendirinya harga kebutuhan pokok berupa sandang-pangan, tarif angkutan umum, dan yang lain mengikuti seiring dengan meningkatnya harga BBM. Memang kenaikannya tidak banyak, hanya 20 persen saja. Pun, kebijakan serupa pernah dilakukan sebelumnya. Demonstrasi selalu terjadi di awal. Tapi kemudian berakhir dengan kepasrahan. Sebab waktu memang selalu bisa menyembuhkan kekecewaan.

Terkait waktu, sebetulnya dampak tak mengenakkan itu bisa diminimalisir jika ada pencicilan perubahan. Tak apa pemerintah pada akhirnya mengumumkan soal naiknya harga BBM. Toh, pada dasarnya masyarakat patuh bila memang alasan kebijakan itu berterima secara logika. Dan pencicilan perubahan itu bisa jadi penting dari segi psikologis.

Pencicilan perubahan merupakan suatu tindakan mengangsur dampak dari suatu kebijakan. Mungkin hanya segelintir orang yang menyadari bahwa ada pihak tertentu yang telah mengantisipasi dihapuskannya subsidi BBM sebelum pengumuman resmi yang bermula dari gosip itu akhirnya menjadi kenyataan.

Ingatkah bahwa tarif tol di Jabotabek telah lebih dulu dinaikkan padahal ketika itu kenaikan harga BBM baru sebatas isu belaka? Saat Presiden terpilih baru saja menikmati kursi kepresidenan sambil menerima kecaman serta ancaman bila BBM benar-benar naik. 

Selain tarif tol, jauh sebelum itu pihak ASDP Pelabuhan Merak-Bakauheni pun telah ambil start duluan dengan memberikan sosialisasi kenaikan tarif penyebrangan tanpa alasan, kepada masyarakat melalui beberapa banner yang dipasang di area pelabuhan. Barangkali benar bahwa gosip hanyalah fakta yang tertunda.

Pihak pengelola jalan tol dan ASDP sudah melakukan langkah tepat. Mereka tahu bahwa setiap hari masyarakat selalu berjibaku dengan jalan tol dan pelabuhan. Meskipun antisipasi itu tidak mengubah keputusan pemerintah, setidaknya beban batin yang dirasakan masyarakat jadi tak seberat bila kenaikan tarif keduanya itu diberlakukan pasca lenyapnya subsidi BBM.

Senin, 01 Desember 2014

Visualisasi vs Egoisme dalam Musik Video


Rasanya akan lebih mudah saat seseorang menyebutkan lagu-lagu kesukaan mereka, daripada bila harus menghitung seluruh lagu yang ada di dunia ini. Ada lagu yang ketika dipublikasikan terdengar kurang menarik bagi orang tertentu. Tapi ini hanya perkara personal. Ketertarikan atas lagu itu akan muncul secara perlahan karena sering mendengarnya secara tidak sengaja.  Ada pula yang langsung menyukainya karena faktor-faktor khusus, misalnya lagu diciptakan atau dinyanyikan oleh penyanyi favorit, lagu mengusung tema yang sedang sama persis dialami, atau  lagu punya karakter lirik dan melodi yang unik. 

Ketertarikan atas lagu-lagu berbahasa lokal lebih sering terjadi ketimbang lagu berbahasa asing. Bisa jadi karena saat mendengar lagu dengan bahasa sehari-hari, pendengar bisa sekaligus memahami makna dan pesan di dalamnya. Tapi lain soal bila lagu itu berbahasa asing. Biasanya ketertarikan pada lagu itu berawal hanya dari sekadar sering mendengar. Lagu yang easy listening akan makin nyaman di telinga dengan cara ini. Setelah alur melodinya melekat hingga kita secara spontan akan melakukan sing a long, hal yang kemudian dilakukan adalah mencari lirik utuh agar bisa memahami arti. Setelah itu barulah mengunjungi youtube untuk melihat musik videonya (mv).

Pada banyak penyanyi internasional yang suaranya terdengar lezat di telinga, seperti Rihanna (Unfaithful), Miley Cyrus (Wrecking Ball), Pink (Just Give Me a Reason) dan lain-lain, entah kenapa kadang lebih baik tak pernah menonton mv mereka. Sebab seringkali ada adegan mesum yang membuat mata “mual”. Padahal bila video itu dibuat tidak berlebihan dalam penonjolan aura seksnya, semua akan tetap baik-baik saja. Dari sinilah kita bicara mengenai tiga lagu berikut ini.

“Chandelier”, “Nobody’s Perfect”, dan “Somebody That I Used to Know” masing-masing dibawakan oleh Sia, Jessie J, dan Gotye Feat Kimbra. Sebagaimana dibicarakan sebelumnya, pada mulanya ketiga lagu ini menarik karena sering didengar serta berkarakter unik pada melodinya. Dari ketiga judul itu hanya satu yang tidak bisa langsung ditebak isi lagunya yaitu Chandelier. Namun, ketiganya punya kesamaan dalam hal tema yaitu kekecewaan. 

Musik video STIUK terbilang sederhana. Hanya ada dua orang laki-laki dan perempuan yang muncul berurutan tanpa banyak adegan di luar itu. Penonton hanya diarahkan untuk fokus pada tubuh bugil keduanya. Di sinilah keunikannya. Meski keduanya tampil tanpa busana sama sekali, tapi bisa ditangkap maksud bahwa bukan kesan penonjolan libido yang ingin ditampakan melainkan penekanan emosional. Muncul dan hilangnya satu demi satu mozaik warna pada tubuh mereka bisa mewakili perasaan kecewa saat menyadari bahwa seseorang yang sudah tak lagi kita miliki telah berubah. Kini mereka hanya sebatas orang yang dulu pernah kita kenal.

Hal serupa itu juga terdapat dalam mv “Chandelier” dan “Nobody’s Perfect”. Kedua sosok perempuan dalam masing-masing video ini mengenakan busana skinny. Tapi sekali lagi, bukan penonjolan bagian tubuh itu yang menjadi santapan mata. Meskipun Jessie J dan terutama perempuan dalam “Chandelier” itu bergerak meliuk-liuk sedemikian rupa, penonton lebih terfokus pada pesan moral dan kesan emosional yang melekat dalam koreografi tersebut.
Penekanannya, hal terbaik dari sebuah karya, dalam hal ini lagu adalah amanat dan khatarsis yang bisa diperoleh masing-masing orang. Tidak semua adegan-adegan kotor dalam mv lagu-lagu barat jadi hal utama yang perlu disuguhkan. Mv hanyalah visualisasi. Sayangnya, kadang itu justru dijadikan ajang pemenuhan ego dari pihak terkait.


Selasa, 04 November 2014

Bajaj oh Bajaj



Melihat eksistensi bajaj saat ini, rasanya perlu disalutkan ya. Kendaraan umum yang lekat sekali dengan negeri bollywood itu bisa bersaing dengan kompetitor lain. Padahal kalau dipikir-pikir, perlu berpikir beberapa kali lagi untuk menggunakan kendaraan yang berbahan bakar gas itu.

Pertama, bajaj memasang tarif yang cukup mahal meskipun jarak tujuannya dekat. Coba saja ukur berapa jarak antara Grand Indonesia dan Thamrin Residence. Sedekat itu saja penumpang dikenai tarif Rp 7rb melalui proses tawar-menawar. Kedua, suara bising mesin kendaraan. Anda yang belum pernah naik bajaj pun sepertinya tahu bahwa kendaraan itu menghasilkan polusi suara yang khas. Sudah sepatutnya diciptakan inovasi mesin bajaj yang lebih ramai lingkungan.

Selain polusi suara, menaiki bajaj juga sangat berisiko terkena polusi udara. Tentu semua tahu bawa bajaj tak punya kaca jendela. Debu dan asap kendaraan bisa bebas keluar-masuk tanpa hambatan. Jadi janagan pernah tanggalkan masker dari wajah saat berkendaraan bajaj.
Namun demikian, tahukah Anda bahwa ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh saat memilih bajaj ketimbang kendaraan lain. Apa saja?


1. Sensasi Khas. Pernahkah Anda naik becak? Nah, kurang lebih begitulah sensasi khas yang dirasakan saat naik bajaj. Posisi duduk penumpang yang menghadap ke depan, tepat di belakang pengemudi serta bentuk kaca depan yang demikian itu membuat penumpang bisa menikmati pemandangan jalan.

2. Udara segar. Ternyata selain berisiko polusi udara tinggi, Anda juga berpeluang untuk bisa menghirup udara segar dari atas bajaj. Tentunya ini hanya akan diperoleh saat  masih pagi. Kesempatan menghirup udara segar terbuka lebar.

3. Efisiensi waktu. Benar bahwa tarif bajaj relatif lebih mahal dibanding kendaraan lain. Tapi bajaj bisa mengantar Anda yang sedang terburu-buru. Dengan rute yang bisa melewati jalanan kecil dan pedestrian, bajaj adalah pilihan terbaik karena bisa menghindar dari hujan dan traffic light.

4. Penolong di Saat Hujan. Hal yang seringkali menyulitkan orang-orang di ibukota adalah jarak tanggung antara satu tempat ke tempat lain. Maksudnya, jika ditempuh dengan jalan kaki akan menyita waktu dan energi (berkeringat, padahal sudah dandan rapi). Tapi untuk naik mikrolet atau metromini jaraknya terlalu dekat, taksi pun tidak yakin akan pasang tarif awal berapa atau bahkan tak ada kendaraan umum roda empat yang beroperasi di sekitarnya. Nah, biasanya, di saat hujan, di lokasi-lokasi semacam itu terdapat bajaj, ojek motor, ojek payung, dan taksi. Percaya atau tidak, bajaj adalah pilihan terbaik, baik dari segi harga dan perlindungan.

Sabtu, 18 Oktober 2014

How to "Enjoy Jakarta"

Satu kata yang masih sangat relevan untuk menggambarkan Jakarta, Ibukota Indonesia yaitu macet. Bagaimana masyarakat memandang kemacetan di sebuah kota, tentu saja ini juga tergantung pada perspektif perorangan. Yang jelas kemacetan telah menjadi rutinitas warganya. Entah itu rutinitas masalah atau rutinitas proses kreatif.

Saat melihat kemacetan sebagai masalah, hal yang kemudian terpikirkan adalah solusi. Meskipun belum final, telah ada beberapa jalan keluar yang ditawarkan pada Jakarta baik oleh pemerintah maupun pihak ketiga (inisiatif masyarakat) di antaranya Bus Transjakarta, Kereta Commuterline, Sistem 3in1, Komunitas Nebengers, dan MRT (dalam proses). Semua itu sudah dijalankan dan hasilnya? Memang belum sempurna, tapi cukup membantu untuk sementara.

Kebelumfinalan itu dikarenakan solusi-solusi yang ada belum bisa sepenuhnya mencabut akar masalah. Orang awam tahu bahwa permasalahan utama kemacetan di Jakarta adalah tidak sebandingnya volume kendaraan dengan volume jalan. Dalam satu periode waktu banyak orang berjalan melalui rute bahkan menuju lokasi yang sama. Bila diperhatikan, beberapa solusi yang telah dan sedang dilakukan di atas tujuannya sama yaitu meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi dan menggantikannya dengan alat transportasi massal yang nyaman dan lebih ekonomis.

Ada beragam jenis kendaraan umum di jalanan Jakarta: bajaj, mikrolet, metromini, bus ¾, kopaja, kopami, bus Mayasari, APTB, transjakarta, commuterline. Sejenak terlintas dalam benak, sedemikian banyak jenis dan jumlah armada umum apakah semuanya “laku”? Jawabannya: ya! Itu karena tiap armada punya rute, spesifikasi, dan kualitas layanan yang berbeda. Diperlukan kejelian agar tak salah pilih angkutan. Biasanya, tingkat kenyamanan berbanding lurus dengan harga.

Kita ambil satu sampel di Terminal bayangan Bekasi Timur. Di antara berbagai jenis bus yang melintas di sana, ada salah satu angkutan umum yang tampilan fisiknya sangat kontras yaitu Bus 3 Prapat (3/4) dengan rute Pulogadung-Karawang-Cikarang-Cirebon. Selintas pandang bus ini mirip dengan metromini lantaran sama-sama berwarna oranye. Tapi ada ciri yang bisa diingat bahwa metromini memiliki nomor rute, sedangkan bus ¾ tidak pakai rute serta ukurannya sedikit lebih besar dari metromini.

Bus ¾ didominasi oleh sopir-sopir Batak. Ada kesan kumuh yang pasti membuat para calon penumpang gamang untuk naik. Jangan bayangkan suasana sejuk saat menaiki bus ini. Selain tanpa pendingin ruangan, pintu, jendela dan kursi justru berkarat di sana-sini. Sekilas memang seperti diskriminasi. Tapi saat kembali pada persoalan kualitas layanan, hal itu menjadi wajar. Keuntungan menaiki bus ini di antaranya harga yang murah yaitu Rp4000, dan hemat waktu karena di balik bahaya ugal-ugalan para sopirnya ada peluang besar untuk sampai di tujuan lebih cepat.

Lalu adakah kemacetan Jakarta sebagai rutinitas proses kreatif? Sangat ada. Coba dengarkan salah satu lagu Banda Neira berjudul Senja di Jakarta. Mendengarkan lagu ini, rasanya seperti sedang berusaha mengikhlaskan kemacetan dan justru menikmatinya sebagai rutinitas khas Jakarta. Tak ada penghakiman apalagi rasa kesal. Toh, Jakarta hanyalah objek. Apa yang kini terjadi pada Jakarta sangat bergantung pada apa yang dilakukan warganya.  Sekaligus ini juga menjadi sindiran atas tagline “Enjoy Jakarta”. Bagaimana sebetulnya makna dari ajakan “nikmati Jakarta”, Banda Neira membantu menjelaskan lewat lagu ini.

Berikut ini liriknya
Bersepeda di kala senja. Mengejar mentari tenggelam. Hangat jingga temani rasa. Nikmati Jakarta. Bersepeda keliling kota. Kanan kiri ramai jalanan. Arungi lautan kendaraan. Maafkan Jakarta. Nikmati jalan di Jakarta. Bersepeda sepulang kerja. Kenyang hirup asap kopaja. Klakson kanan kiri berbalasan. Senja di Jakarta.

Jumat, 12 September 2014

Where is Home?

Passion, obsesi, target, dan mimpi ibarat suatu jalinan yang nantinya menjadi sebuah jalan panjang bagi seseorang menemukan “rumah”. Percaya atau tidak, sebagian orang tidak lagi puas menerima pemaknaan rumah sebagaimana lumrahnya. Makna rumah telah bergeser menjadi lebih luas, tak sekadar tempat tinggal atau tempat berteduh dari panas dan hujan. Kenyataan semacam ini mudah ditemukan dalam berbagai ungkapan pada lagu bertemakan rumah. Satu yang akan lekas terbesit dalam pikiran adalah “Home” yang dibawakan Westlife, dan telah dinyanyikan dalam versi lain oleh Michael Buble.

Lebih jauh lagi, coba dengar dan resapi lagu “Temporary Home” yang dibawakan oleh Carrie Underwood. 
Little boys six years old. A little too used to being alone. Another new mom and dad. Another school, another house that will never be home. When people ask him how he likes this place. He looks up and says with a smile upon his face. This is my temporary home, it’s not where I belong. Windows and rooms that I’m passing through. This is just a stop on the way to where I’m going. I’m not afraid because I know this is my temporary home. 
Ini hanya gambaran kecil bahwa ternyata di dunia ini, seseorang tak pernah berhenti mengikuti hasrat diri, passion, mencari hingga menemukan tempat yang bisa disebut rumah, yang menyamankan hati, serta mendamaikan. Sebagaimana ungkapan yang cukup populer dan bisa ditemukan pada lagu Jennifer Chung berjudul “Common, Simple and Beautiful Life” bahwa “Home is where the heart is”.

Seseorang pernah bertanya pada saya, apa perbedaan antara “home” dengan “house”? Santai saya jawab bahwa perbedaannya ada pada penekanan makna. Di seberang benua sana ada sebuah bangunan bernama White House, di tepi jalan pun mudah bagi kita menemukan beragam tempat bernama Coffe House, Tea House, Boarding House, Pet House, dan lainnya. Itu menunjukkan bahwa house lebih menekankan pada bangunan yang lokasinya spesifik dan bisa dilihat.

Referensi dari berbagai lagu bertemakan “rumah” pun makin meyakinkan saya bahwa “home” memiliki makna yang teramat dalam mengenai “rumah”. Sesuatu yang tak harus berwujud bangunan, tetapi lebih pada zona nyaman yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Mereka yang berada di ‘rumah’ kadang merasa tak nyaman. Justru mereka bisa lebih leluasa mengungkapkan rasa sayang pada keluarga saat sedang berada di tempat yang jauh dari rumah. Bagian larik yang bercetak tebal di atas juga bisa menjadi jawaban, bahwa house tak akan pernah bisa menjadi home. Atau coba pikirkan, kenapa seorang sutradara memilih judul Home Alone dan bukan House Alone.

Saat kembali pada persoalan passion, rumah yang sedang saya tuju selalu mengarah pada hal terkait buku. Jadi tak heran, di manapun saya berada, saya akan merasa nyaman bila berada pada jalur tujuan. Tak peduli saya berada di tepi jalan menunggu bus lewat, saya sedang di kapal berlayar menyeberang pulau, saya sedang galau menanti jodoh *eh* asal saya bersama buku, saya merasa sedang berada di atau dalam perjualanan menuju rumah dan tak perlu mengkhawatirkan apapun. Bagi saya, home is where you can make love with your book, even there are people around, even you're on a trip

Saya punya mimpi besar bersama buku, salah satunya membangun semacam taman bacaan tapi punya fungsi lebih dari itu. Tentu proses yang tak bisa saya lewatkan adalah mengumpulkan sebanyak mungkin buku, baik dalam bentuk cetak ataupun elektronik. Untuk buku yang masih bisa dijangkau dalam bentuk cetak, saya akan membelinya di toko buku. Sementara untuk buku yang mungkin sudah tidak cetak ulang, buku yang tidak dipasarkan di Indonesia, buku berbahasa asing, atau bahkan buku yang berharga miring, solusi yang saya ambil adalah dengan memburunya di toko buku online dalam versi pdf. 

Salah satu yang menurut saya recomended adalah electrabookstore. Bagi para pegiat buku yang makin lengket dengan gadget, saya pikir tak ada salahnya coba mengintip koleksi yang dimiliki toko buku elektrik ini. Seolah melek teknologi, ownernya hadir melalui beberapa akun media sosial yang tengah digandrungi masyarakat, di antaranya twitter:electrabooks_ , instagram/line:electrabookstore  dan BB: 29D3A51B

Percayalah, setiap orang telah diciptakan dengan suatu tujuan spesifik dari Tuhan. Maka berusahalah menemukan passion, untuk kemudian melanjutkan misi untuk pulang ke rumah sesungguhnya. Hati-hati di jalan ya :) 

Perjalanan saya berlayar dengan kapal Feri

Hidup adalah Keputusan

Jika ada yang mengatakan bahwa hidup adalah pilihan, maka sesungguhnya kalimat itu mengandung konsekuensi bahwa hidup adalah tentang bagaimana mengambil keputusan. Masalahnya, ada sebagian orang yang takut untuk mengambil keputusan hingga membiarkan sesuatu terjadi di luar kendalinya. Banyak tidaknya pilihan yang membuat galau, akhirnya berujung juga pada sebuah keputusan. Siap tidak siap, sadar atau belum sadar, waktu akan menunjukkan bahwa setiap orang telah mengambil keputusan atas pilihan yang ditawarkan oleh kehidupan.

Ada orang yang memutuskan untuk menjalani saja hidupnya seperti air mengalir,tanpa target, tanpa obsesi apalagi mimpi. Tetapi lupa bahwa filosofi air mengalir adalah selalu mencari celah sekecil apapun untuk bertahan melanjutkan hidup. Bukan sekadar pasrah sebelum berusaha. Terlebih lagi, pasrah tak sama dengan tawakal. Sebuah kisah tauladan berikut ini barangkali bisa menjadi gambaran mengenai perbedaan keduanya.
Suatu hari ada seseorang yang pergi ke masjid dengan membawa unta. Sesampainya di masjid, ia turun dari unta kemudian langsung masuk ke masjid. Orang itu masuk tanpa terlebih dahulu mengikat untanya. Ketika ditegur Rasulullah, orang itu lantas berkata, “Saya tawakal kepada Allah.” Mendengar jawaban itu lantas Rasulullah memberi tahu bahwa bukan seperti itu cara mengamalkan tawakal kepada Allah. Cara bertawakal adalah: ikat untamu, barulah engkau bisa tawakal (The Perfect Muslimah, Ahmad Rifai Rifan: 46). Dalam KBBI, antara pasrah dan tawakal pun dibedakan oleh ada dan tidaknya unsur ‘usaha’.
Di sisi lain, orang yang telah memutuskan untuk mewujudkan seabrek mimpi justru sibuk membuat berbagai celah atau peluang agar targetnya lekas tercapai. Hidupnya penuh dengan semangat dan kerja keras. Impian yang mereka gagas pun beragam, dari yang hanya untuk diri sendiri hingga impian yang ditujukan bagi orang banyak. Mereka tidak bisa bergeming menunggu takdir Tuhan menghampiri, justru berinisiatif untuk mendatangi takdir itu. Jika satu mimpi sudah direalisasikan, mereka bergegas menuju impian lain yang sudah masuk dalam daftar tunggu.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Menuju Halte Bus Jakarta City Tour dari Bekasi

Bus Jakarta City Tour (JCT)  memiliki beberapa halte yang lokasinya bersebelahan dengan halte busway. Salah satu halte JCT ada di dekat Halte Sarinah, yang berada di dekat Bundaran HI. Bagi yang berniat berkunjung dari Bekasi Timur, cukup pilih bus APTB jurusan BEKASI-BUNDARAN HI. Meskipun bus rute ini tidak bisa sampai ke Bundaran HI. Tidak perlu khawatir, kita tetap bisa turun terakhir yaitu di Halte Tosari. Nah, dari Halte Tosari turunlah dari jembatan penyebrangan melalui lift sebelah kiri. Kemudian berjalan kaki menuju Halte Sarinah (dekat Plaza Indonesia). Tepat di bawah jembatan MRT yang sedang dibangun, di sanalah Halte Bus JCT berada.

Bus JCT yang berangkat dari Halte Bundaran HI-Pasar Baru ini akan berkeliling kota Jakarta dengan melewati beberapa objek wisata yaitu antara lain: Museum Nasional, Masjid Istiqlal-Gereja Katedral, Monas dan Balai Kota. Kita boleh turun di halte dan objek wisata manapun asalkan pemandu memberi arahan. Selain itu, bus JCT masih akan terus GRATIS sepanjang tahun 2014. Jadi, kita bebas untuk seberapa lamapun berada di dalamnya (meskipun bus telah berkeliling satu putaran dari Halte Bundaran HI ke Bundaran HI lagi) tanpa diprotes siapapun. Tapi memang pemandu akan mengingatkan bagi yang telah melewati satu putaran agar mau bergantian denga penumpang lain yang sudah lama mengantre di halte.

Alternatif lain adalah berangkat dengan Kereta Commuterline, turun di Stasiun Juanda. Dari stasiun, berjalanlah ke Halte bus yang berada tepat di depan Halte Transjakarta Juanda. Di situ akan ada sebuah papan petunjuk pemberhentian Bus City Tour.

Bus JCT berjalan dengan kecepatan sangat rendah, dikemudikan oleh sopir perempuan, ada seorang polisi di tiap bus, serta hanya berkapasitas 60 orang. Artinya saat ada yang di suatu halte menunggu secara berombongan, tapi seluruh kursi telah penuh, hanya sebagiannya yang boleh ikut karena penumpang dilarang berdiri. Atau memilih untuk tidak jadi naik dan menunggu bus selanjutnya yang kosong.

Jumat, 22 Agustus 2014

LINK "TERSEMBUNYI" FORM REGISTRASI CPNS 2014

Apakah kamu termasuk orang yang menunggu dibukanya pendaftaran CPNS 2014? Kalau ya, bersabarlah. Entah kamu serius ingin menjadi PNS, hanya iseng, atau sekadar berusaha membahagiakan keluarga, yang jelas pendaftaran yang diisukan berlangsung mulai tanggal 20 Agustus itu memang hanya isu alias diundur tanpa ada kepastian. Masyarakat dibuat waswas, setiap hari harus mengecek situs yang kalau dibuka isinya berupa informasi MAAF PENDAFTARAN BELUM DIBUKA. Tapi setidaknya, itu bisa menjadi alasan agar para calon pendaftar sebelum pendaftaran resmi dibuka, punya kesempatan untuk menemukan informasi awal mengenai formasi CPNS sebagai gambaran. Baik itu resmi dari situs pemerintah ataupun tak resmi dari personal web, facebook, bbm, WA, dll.

Dua situs yang harus didatangi para calon pendaftar CPNS adalah web https://panselnas.menpan.go.id dan http://sscn.bkn.go.id. Berdasarkan informasi yang ada, di situs panselnas, calon pendaftar harus melakukan registrasi awal sesuai formasi yang diinginkan, kemudian melanjutkannya ke situs SSCN dengan username dan password yang telah diperoleh dari situs pertama. Hari ini, 22 Agustus saya menemukan sebuah obrolan di personal blog yang intinya adalah kasakkusuk seputar tidak ditemukannya link registrasi atau pendftaran CPNS 2014. Sehingga muncul pertanyaan: Pada situs Panselnas, ada di sebelah mana link pendaftaran atau registrasi CPNS? Bisa dicek di sini. Dari sana saya menemukan informasi mengenai link yang seolah tersembunyi itu.

Intinya, buka situs web Panselnas, ikuti tahap demi tahap yaitu HALAMAN MUKA, TAHAP PENDAFTARAN, DAN SELANJUTNYA FORMASI CPNS 2014. DI FORMASI CPNS 2014 inilah akan muncul kotak berisi beberapa link. Jangan diabaikan, tapi pilihlah salah satu link berwarna biru itu. Kemudian pilih lagi, misal ANRI ada di LINK PEMERINTAH NON KEMENTERIAN. Kemudian, klik formasi yang dimaksud yaitu ANRI, nanti pada bagian bawah, muncullah link pendaftaran. tapi jangan kaget karena sampai sore ini informasi yang ada di link itu mengecewakan. Ya tapi setidaknya bisa mengobati rasa penasaran sekaligus keheranan mengenai letak link registrasi lol.



Minggu, 10 Agustus 2014

Jujur, Aib, dan Karya

Setelah sekian lama gak baca blognya Bang Nuril...
Dia masih tetap demikian itu, jujur dan gak tahu malu, tapi saya juga masih tetap begini: menyukai kejujuran seseorang, meskipun itu aib. Apalagi, cerita-cerita dia kadang bikin saya tertohok. Sebelum cerita tentang Marshed yang katanya "sakit" part 2 itu terblowup di media, tentang 'keberanian' dia jujur dia medsos, Bang Nuril sudah mengawali. Ada pula Ariel yang pernah menciptakan lagu "Sally", Anang yang berduet dengan Syahrini pasca bercerai dengan KD, dan masih banyak contoh lain. Dari mereka saya belajar untuk menghargai sisi gelap itu sebagai hal yang manusiawi.

Manusia butuh tempat untuk 'jujur' tanpa harus dihakimi. Ada yang merasa cukup dengan bercerita pada Tuhan, keluarga, kekasih, teman, diri sendiri, karya cipta, tulisan-tulisan implisit dan atau yang blak-blakan pada semua orang melalui internet. So, it's just about which is place we choose.
Hal terpenting adalah bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari kisah-kisah kelam the honester itu.

Bagian terindah dari kejujuran adalah ketika seseorang tetap bisa dihargai. Misal: saya tetap menghargai Bang Nuril sebagai seorang penulis, meskipun saya tahu sekelumit keburukannya. Sebab memang saya tak mungkin berlepas dari prinsip bahwa Karya sastra memiliki satu karakter yaitu otonom. Atau kelak, sebagaimana pula yang pernah terjadi, Masrhed tetap bisa berkarya, tetap dihargai, tetap "laku" sebagai artis meskipun sisi buruk hidupnya telah diketahui khalayak. Di sisi lain ada yang menyebut: cuma cari sensasi. What ever. Tapi memang orang yang berani terbuka harusnya bertemu dengan orang yang juga opendminded, bukan menjustifikasi.

Agak khusus, bagi sekelompok orang yang mengekspresikan perasaan sedihnya lewat karya seni, saya menganggap itulah proses kreatif. Memang, banyak orang yang dalam keadaan tertekan justru makin lancar dalam dirinya inspirasi mengalir. Inilah kompensasi. "Smart insecurer", para pegalau atau perisau yang cerdas, akan menjadikan tiap "momen emas" mereka sebagai ladang berkarya. Jadi, ada kompensasi atas kejujurannya.

A Ganjar Sudibyo mengatakan, "menulislah, biar resahmu terasuh." Saya pikir karya-karya yang telah dihasilkan oleh Bang Nuril pun lahir dari kerisauan-kerisauan dalam hidupnya. Marshed melakukan hal yang sama, ia tidak menulis buku tetapi membuat video klip yang bisa dinikmati sebagai karya, lebih jauh lagi menjadi khatarsis bagi penikmatnya. Tentu akan lain cerita jika yang berpendapat adalah para haters. Saya bukan fans Marshed, tapi saya suka caranya kali ini. Harus diakui bahwa dia lebih anggun dan "dewasa" ketimbang apa yang dia lakukan sebelumnya dalam jejaring sosial youtube. Ini terlepas dari statusnya sebagai istri, ibu dan anak perempuan, serta keputusannya menanggalkan jilbab. Saya percaya, setiap hal selalu punya nilai. Tergantung pada situasi dan perspektifnya.

Tell is a need, write is a life. Jujur itu butuh keberanian dan kekuatan. Jujur itu melegakan. Jujur mengungkapkan perasaan sedih dan gembira itu penting, sebagaimana pentingnya kita membersihkan keranjang sampah. 

Minggu, 27 Juli 2014

Memuseumkan Museumkah Kita?

Kecurigaan saya mencuat saat membaca pengakuan jujur Karina Lin mengenai pengetahuan minimnya atas kota kelahiran di kolom opini berjudul “Stagnasi Pariwisata Kota Kita”. Bagaimana jika ternyata hal serupa terjadi juga pada banyak warga Lampung yang lain. Lahir dan besar di sini, tapi mendadak ‘malu’ menjawab destinasi wisata apa saja yang cukup prestise disebutkan saat ada teman yang akan berkunjung ke Lampung.
Ada memang yang ketenarannya sudah sampai ke pulau Jawa sana. Sebutlah Teluk Kiluan yang bangga dengan Dolphinnya. Sayangnya, lokasinya jauh dari pusat kota dan akses yang memprihatinkan pula. Hal itu mungkin bisa menarik wisatawan untuk hadir. Tapi bisakah menjamin mereka tak menyesal dan menyimpan kesan buruk hingga tak lagi mau datang.
Tentu, pengetahuan memang sangat mungkin ditemukan bila dicari. Hanya saja, berlebihankah jika saya katakan bahwa promosi budaya dan wisata lokal oleh pemerintah terutama sektor pariwisata di kota ini terbilang minim? Ingatan saya melompat pada kunjungan bersama rombongan SDN 4 Pardasuka ke museum negeri Lampung beberapa hari lalu. Melihat kebahagiaan di wajah para siswa SD yang baru pertama kali masuk ke dalam museum membuat saya berharap semoga saja kunjungan itu hanya perkara “wrong timing”. Saat di mana pihak pengelola memang bukan sedang dalam agenda konservasi.
Memasuki gedung megah dua lantai yang bernama Museum Ruwa Jurai itu, pengunjung yang tak didampingi pemandu akan langsung tertarik untuk naik ke lantai dua melalui tangga yang ada. Di sayap kanan ini, sebuah blok berisi sampan atau perahu kecil dipajang di tengah ruangan. Ukurannya cukup besar untuk menarik perhatian. Di badannya ada beberapa gerabah keperluan hidup sehari-hari. Juga sebuah patung kecil menyerupai manusia yang sedang duduk melaut. Sangat disayangkan, ketika didekati lebih rekat, benda itu tampak berdebu dengan sawang yang kentara seolah merupakan garnis yang sengaja dipajang untuk juga dipamerkan. Posisinya yang tepat di tengah ruangan di mana pusat cahaya berada, menjadikan debu yang tak sekadar kesan itu bisa terlihat jelas.
Beranjak dari benda itu, saya berjalan melihat koleksi dinding beretalase yang antara lain berisi koleksi kain tenun dan pakaian pengantin khas Lampung. Rasa tak nyaman tadi saya coba lupakan dengan memperhatikan etalase dinding yang dipajang mengitari seluruh ruangan lantai dua. Tapi justru perasaan miris muncul saat mendapati kainkain tenun tak lagi berwarna cerah, atau memang dasarnya sudah berwarna kusam sejak awal?
Ketaknyamanan mata yang bermula dari perahu tadi makin menjadi saat kemudian saya turun melihat koleksi lain di ruang sebelah kiri lantai satu. Tak hanya debu dan sawang, kayu juga mulai tampak rapuh dengan bubuk yang bertabur di antara koleksi hewan-hewan awetan dalam ruang kaca. Tiga hal tadi membuat saya berpikir sedang ada di museum atau gudang. Saya membayangkan, jika kondisi seperti itu dibiarkan dalam 5-10 tahun ke depan, akankah museum ini masih punya koleksi yang sama.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (http://elib.unikom.ac.id/).
Apabila koleksi yang ada di museum hanya disimpan tanpa dirawat, bagaimana mungkin pemanfaatannya bisa dilakukan. Jika sudah seperti itu kondisinya, ke mana lagi harus menyimpan benda-benda lawas seperti misalnya naskah-naskah kuno yang baru dipulangkan dari Leiden misalnya. Jangan salahkan warga jika tak rela naskahnya diambil alih pemerintah.
Tentu dengan tidak menafikan hal positif yang telah diupayakan oleh pihak pengelola Museum Ruwa Jurai di antaranya membuat Katalog Topeng Lampung, serta mencetak dan membagikan hasil penelitian berupa transkrip dan transliterasi Buku Kulit Kayu. Saya yakin pihak pengelola museum jauh lebih tahu tindakan apa saja yang seharusnya mereka lakukan.


Sebagai masyarakat, saya hanya mengamati kemudian menyampaikan apa yang sekiranya janggal dan membahayakan peradaban budaya Lampung khususnya. Kecuali bila provinsi ini rela Museum Ruwa Jurai menjadi “benda museum” yang memang sudah langka dan berangsur hanya pantas sebagai pajangan di kota Bandar Lampung karena kondisi koleksi yang tak terawat secara maksimal.