Laman

Kamis, 15 Januari 2015

Roti Tawar Rasa Keju tanpa Keju



Suatu hari saat sedang berjalan dari pasar bersama kawan, kami melihat seorang penjual roti keliling yang sedang mangkal di tikungan. Tiba-tiba kawan saya itu bilang begini: 

“Heran deh, katanya roti tawar, tapi kok gak bisa ditawar!” 

Sempat galau menetukan sikap, tapi akhirnya saya senyum sambil heran. Senyum karena bila kawan saya itu sedang bercanda, leluconnya cukup basah. Tapi kalau dia serius, betapa herannya saya melihat orang seusia dia masih terjebak pada konteks antara roti yang rasanya tawar dan roti yang bisa ditawar harganya.

Bicara soal roti tawar, saya punya sebuah rahasia yang barangkali belum diketahui. Roti tawar merupakan salah satu kudapan sehari-hari masyarakat. Bentuknya yang simpel dan harganya yang murah membuat roti tawar jadi pilihan bagi orang yang tidak suka atau tidak sempat sarapan besar. Dengan mengkonsumsi beberapa helai roti tawar, mereka sudah bisa mengganjal perut di pagi hari.

Biasanya roti tawar disantap dengan olesan selai, madu, susu, coklat, mentega dan keju. Untuk yang terakhir itu ada dua jenis yaitu keju cheddar dan keju lembaran. Kita tahu bahwa harga keju yang berkualitas terbaik harganya relatif mahal. Belum lagi, keju yang tidak langsung habis harus disimpan di kulkas agar tak lekas berjamur. Hehe, tidak semua anak kos punya kulkas. Nah, tahukah kamu bahwa ada cara sederhana untuk menikmati roti tawar berlapis krim keju tanpa harus menyelipkan keju di dalamnya. Begini caranya:
  • Pertama siapkan roti tawar, susu kental manis (SKM) rasa vanila, mentega dan pisau oles.

  • Lalu olesakan mentega setipis dan serata mungkin pada permukaan roti. Terlalu banak mengoleskan mentega akan membuat kolaborasi frasa menjadi aneh.

  • Setelah itu tuangkan SKM membentuk garis zig-zag atau jaring-jaring (sesuai selera). Tapi yang penting jangan menuangkan SKM terlalu banyak yang bisa mengakibatkan cairannya meluber saat roti dilipat.

  • Terakhir, lipat selembar roti yang sudah dilapisi susu dan mentega tadi.

  • Ulangi dengan cara yang sama pada lembaran roti berikutnya. Hasilnya akan semakin baik jika beberapa roti yang sudah dilipat itu dimasukkan dalam wadah dalam posisi penuh sehingga akan menekan roti-roti tersebut secara maksimal.

  • Diamkan 5-10 menit, roti tawar rasa keju siap dinikmati.

Selamat mencoba.

Rabu, 14 Januari 2015

Teka-Teki Pak Joko




Ada sebuah kutipan satire dari Tere Liye berbunyi: “Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata.” Di negeri itu, ada berbagai media pers yang tak pernah kehabisan bahan baku berita setiap hari.
Media pers adalah institusi yang merefleksikan ide dan realitas dalam masyarakat, ujar Ashadi Siregar. Menurutnya, kerja profesional seorang wartawan adalah mengubah realitas yang berasal dari masyarakat menjadi informasi, hingga kemudian kembali lagi kepada masyarakat. Mestinya, saat media gusar berkoar soal perkara tertentu, ada kepekaan dari pihak pemerintah. Lebih baik lagi bertanya ada apa. Bukan malah tutup mata dan telinga.
Wacana terhangat yang sedang menguap di media adalah soal pencalonan Kapolri oleh Pak Joko yang penuh teka-teki. Disebut-sebut bahwa kandidat tunggal yang dipilih atas hak preogratif presiden itu merupakan incaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal menariknya adalah sikap Pak Joko yang membingunkan khalayak.
Pertama, sebagai presiden yang pernah dan sedang dianggap merefleksikan rakyatnya semasa kampanye Pilpres lalu, kenapa ia justru seolah mengabaikan “peringatan” dari masyarakat melalui media pers. Kedua, jika memang Pak Joko tidak bisa serta merta mengubris celoteh media, tidakkah ia melihat eksistensi KPK sebagai pihak yang nyaris selalu bisa membuktikan dugaannya. Ketiga, apa sebetulnya tujuan di balik pencalonan kandidat tunggal yang dicurigai bermasalah itu?
Melalui media, masyarakat mengetahui bahwa kandidat tunggal itu pernah punya hubungan dekat dengan ketua umum partai pengusung Pak Joko. Ya. Adakalanya sisipan informasi yang bernada miring seperti itu menjadi racun yang berbahaya terutama bagi mayarakat awam. Lantas menjadi penguat pertanyaan pertama tadi. Adakah kongkalikong yang tidak diketahui masyarakat. Hal semacam ini mau tidak mau pasti menjadi sebab masyarakat mendadak ragu benarkah pemimpin yang mereka pilih selama ini betul-betul berpendirian atau memang didikte pihak lain.
Keresahan berlanjut dengan mencuatnya berita bahwa kandidat yang kini namanya telah disebut dengan inisial itu merupakan incaran KPK, dan terang-terangan informasi ini disampaikan oleh KPK sendiri. Bila melihat dari prestasi KPK dalam memberantas para koruptor, adakah keraguan yang bisa ditudingkan pada lembaga itu. Sejauh ini rasanya tidak ada, dan semoga tidak akan pernah ada. Sampai pada titik ini, KPK merupakan primadona yang masih tetap dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Lantas bagaimana presiden yang konon lahir dari rakyat itu justru tak sejalan dengan pikiran rakyatnya.
Paling menarik dari kedua persoalan tadi adalah pertanyaan terakhir. Benarkah Pak Joko sungguh tak punya tujuan lain dari aksi tutup mata-telinga soal isu yang mendera kandidat tunggalnya. Pertanyaan ini akan menjelma harapan jika berujung dengan jawaban “tidak”. Menjadi angin segar bagi para pendukung Pak Joko yang ingin melihat pemimpinnya itu tetap berpihak pada mereka.
Artinya, terbesit harapan bahwa kenekatan Pak Joko menggandeng lengan si kandidat tunggal di tengah riuhnya protes media pers adalah kesengajaan. Ia ingin masyarakat ikut memonitor “mangsa” KPK itu, mengenali wajahnya baik-baik. Lalu, pada saat yang tepat, ia tinggal melepaskan tembakan ke udara. Ledakan yang dihasilkan itu tak lain pengumuman dari KPK bahwa si kandidat berstatus tersangka dugaan korupsi. Betapa bodohnya kandidat itu.
 Harapan bahwa sebetulnya Pak Joko sudah membaca situasi atau bahkan menganlisis berbagai isu miring itu sebagai suatu fakta yang tertunda. Bila dugaan harapan ini benar adanya, berarti Pak Joko sungguh memahami keresahan rakyat. Sebab bukankah tindakan KPK menyelidiki kandidat tunggal itu pun berawal dari laporan masyarakat.
Tapi harapan itu pun masih di ambang teka-teki. Peluang terjadinya jawaban “ya” sama besarnya. Jika demikian, rakyat harus berlapang dada bahwa pemimpinnya telah ingkar janji. Apalagi salah satu media menuliskan bahwa Pak Joko memilih bungkam saat ditanya mengapa ia mengabaikan peringatan KPK. Ini menjadi kisah nyata yang kian menarik setiap hari.