Laman

Rabu, 14 Januari 2015

Teka-Teki Pak Joko




Ada sebuah kutipan satire dari Tere Liye berbunyi: “Di negeri para bedebah, kisah fiksi kalah seru dibanding kisah nyata.” Di negeri itu, ada berbagai media pers yang tak pernah kehabisan bahan baku berita setiap hari.
Media pers adalah institusi yang merefleksikan ide dan realitas dalam masyarakat, ujar Ashadi Siregar. Menurutnya, kerja profesional seorang wartawan adalah mengubah realitas yang berasal dari masyarakat menjadi informasi, hingga kemudian kembali lagi kepada masyarakat. Mestinya, saat media gusar berkoar soal perkara tertentu, ada kepekaan dari pihak pemerintah. Lebih baik lagi bertanya ada apa. Bukan malah tutup mata dan telinga.
Wacana terhangat yang sedang menguap di media adalah soal pencalonan Kapolri oleh Pak Joko yang penuh teka-teki. Disebut-sebut bahwa kandidat tunggal yang dipilih atas hak preogratif presiden itu merupakan incaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal menariknya adalah sikap Pak Joko yang membingunkan khalayak.
Pertama, sebagai presiden yang pernah dan sedang dianggap merefleksikan rakyatnya semasa kampanye Pilpres lalu, kenapa ia justru seolah mengabaikan “peringatan” dari masyarakat melalui media pers. Kedua, jika memang Pak Joko tidak bisa serta merta mengubris celoteh media, tidakkah ia melihat eksistensi KPK sebagai pihak yang nyaris selalu bisa membuktikan dugaannya. Ketiga, apa sebetulnya tujuan di balik pencalonan kandidat tunggal yang dicurigai bermasalah itu?
Melalui media, masyarakat mengetahui bahwa kandidat tunggal itu pernah punya hubungan dekat dengan ketua umum partai pengusung Pak Joko. Ya. Adakalanya sisipan informasi yang bernada miring seperti itu menjadi racun yang berbahaya terutama bagi mayarakat awam. Lantas menjadi penguat pertanyaan pertama tadi. Adakah kongkalikong yang tidak diketahui masyarakat. Hal semacam ini mau tidak mau pasti menjadi sebab masyarakat mendadak ragu benarkah pemimpin yang mereka pilih selama ini betul-betul berpendirian atau memang didikte pihak lain.
Keresahan berlanjut dengan mencuatnya berita bahwa kandidat yang kini namanya telah disebut dengan inisial itu merupakan incaran KPK, dan terang-terangan informasi ini disampaikan oleh KPK sendiri. Bila melihat dari prestasi KPK dalam memberantas para koruptor, adakah keraguan yang bisa ditudingkan pada lembaga itu. Sejauh ini rasanya tidak ada, dan semoga tidak akan pernah ada. Sampai pada titik ini, KPK merupakan primadona yang masih tetap dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Lantas bagaimana presiden yang konon lahir dari rakyat itu justru tak sejalan dengan pikiran rakyatnya.
Paling menarik dari kedua persoalan tadi adalah pertanyaan terakhir. Benarkah Pak Joko sungguh tak punya tujuan lain dari aksi tutup mata-telinga soal isu yang mendera kandidat tunggalnya. Pertanyaan ini akan menjelma harapan jika berujung dengan jawaban “tidak”. Menjadi angin segar bagi para pendukung Pak Joko yang ingin melihat pemimpinnya itu tetap berpihak pada mereka.
Artinya, terbesit harapan bahwa kenekatan Pak Joko menggandeng lengan si kandidat tunggal di tengah riuhnya protes media pers adalah kesengajaan. Ia ingin masyarakat ikut memonitor “mangsa” KPK itu, mengenali wajahnya baik-baik. Lalu, pada saat yang tepat, ia tinggal melepaskan tembakan ke udara. Ledakan yang dihasilkan itu tak lain pengumuman dari KPK bahwa si kandidat berstatus tersangka dugaan korupsi. Betapa bodohnya kandidat itu.
 Harapan bahwa sebetulnya Pak Joko sudah membaca situasi atau bahkan menganlisis berbagai isu miring itu sebagai suatu fakta yang tertunda. Bila dugaan harapan ini benar adanya, berarti Pak Joko sungguh memahami keresahan rakyat. Sebab bukankah tindakan KPK menyelidiki kandidat tunggal itu pun berawal dari laporan masyarakat.
Tapi harapan itu pun masih di ambang teka-teki. Peluang terjadinya jawaban “ya” sama besarnya. Jika demikian, rakyat harus berlapang dada bahwa pemimpinnya telah ingkar janji. Apalagi salah satu media menuliskan bahwa Pak Joko memilih bungkam saat ditanya mengapa ia mengabaikan peringatan KPK. Ini menjadi kisah nyata yang kian menarik setiap hari.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar