setelah menempuh kurang lebih 4 semester di Fakultas Ilmu Budaya Undip, ternyata s u l i t untuk menyadari kenyataan bahwa ini sungguhan.
sore tadi saya dan yayuk baru saja mengikuti jalsah ruhiyah, semacam liqo/ kajian untuk mencharge ruhiyah, jiwa. tema yang diangkat adalah taubat. namun seperti biasa saya tak pernah sepenuhnya mengikuti. di sela kajian, pasti kami akan menyelipkan diskusi (sendiri). at least, satu hal yang saya ingat sampai malam ini adalah, Murabbi sore tadi mengatakan bahwa
kita harus mencari tahu, menelaah apa yang sebenarnya Tuhan maksudkan atas setiap kejadian yang Ia hadirkan.
sama seperti postingan saya kemarin, bahwa segala sesuatu akan terlihat bisa saja jika hanya dilihat secara kasat mata.
memasuki semester 4 ini, sebagian mahasiswa sastra indonesia angkatan 2009 mendapatkan 24 sks sehingga bisa mengambil mata kuliah 2 sks di semester 6. sayangnya, sebagian teman-teman saya berencana akan mengikuti peminatan linguistik. jadi, ada 3 peminatan di jurusan sastra indonesia, yaitu Sastra Indonesia, Linguistik, dan Filologi. berhubung semua jadwal pada linguistik semeter 6 bentrok dengan jadwal kami semester 4, akhirnya mereka beralih pada mata kuliah pilihan, Pengkajian kesenian tradisional. saya sendiri mengambul peminatan sastra dunia atau biasa juga disebut sastra bandingan.
awalnya saya mengira bahwa ruang lingkup sastra dunia/ sastra bandingan hanyalah sastra luar/ terjemahan, sebagaimana teori Remak , namun kemudian dipatahkan oleh Pak Sapardi dengan teorinya yang menyatakn bahwa : sesunggunya sastra bandingan lebih ditujukan pada studi sastra yang melampaui batas kebudayaan. artinya, tidak harus sastra belgia, perancis, amerika dan semacamnya yang bisa dibandingkan, melainkan jawa, sunda, lampung, bali dan yang lainnya pun bisa.>> setidaknya ini yang saya catat dari kuliah hari kedua bersama pak Sukarjo Waluyo.
dari sinilah tercetus dalam pikiran saya untuk membandingkan karya sastra daerah kelahiran saya, Lampung, dengan karya sastra Jawa, pada Tugas akhir nanti. saya pun mulai mencari tahu di mana sekiranya saya bisa mendapatkan karya sastra berbahasa lampung. langkah awal saya adalah ngewall Pak Isbedy Stiawan, dari beliau saya mendapatkan rekomendasi nama seseorang yang ternyata juga merupakan tokoh di Lampung, yaitu Udo. Z. Karzi. dari Udo (Udo adalah sebutan kalau tidak salah Paman dalam adat lampung) inilah saya mengetahui sebuah kenyataan yang sulit saya terima. berikut ini wall singkat kami.
ternyata, geliat sastra di tanah kelahiran saya begitu memprihatinkan. dan ini membuat usikan kecil di hati saya, haruskah saya mengubah rencana awal untuk mengambil peminatan sastra indonesia kepada Filologi? haruskah? haruskah??? (dramatisasi)
bahkan sebelum akhirnya saya meyakini untuk mengambil sastra indonesia, saya harus merelakan cita-cita yang saya rajut jika mengambil peminatan linguistik (saya punya impian besar pada peminatan linguistik, namun darah sastra seperti membakar semua itu).
what should i do?
tahukah kalian, kegalauan yang saya rasakan ini menjadi 'semakin' setelah saya tiba di blog Udo .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar