Laman

Jumat, 16 September 2011

Jeli Sebelum Berkompetisi

Di setiap perlombaan tentu ada kompetisi di dalamnya. Trus, kompetisi macam apa yang seharusnya kita ikuti? gak semua kompetisi harus dimenangkan tho?


Entahlah, sejak resmi dinyatakan sebagai mahasiswa sastra Indonesia rasanya semangat kompetisi dalam lomba-lomba penulisan cerpen dan puisi menurun banget (belum drastis). Bukan sombong atau gimana-gimana, tapi rasanya ga semangat aja. Apalagi kalau lombanya dilakukan oleh instansi-instansi di luar ke-sastra-an. Beberapa hal yang bisanya kucari tahu adalah:
a) siapa sih jurinya? dia kompeten ga di bidang sastra?
b) berapa kontribusinya? sebab beberapa pengalaman mengajarkan bahwa lomba-lomba yang memasang biaya pendaftaran cuma mau mencari keuntungan, apalagi kalo lombanya dibuat nasional.


Sekarang gini deh, kamu anak sastra Indonesia, setiap hari kuliah dengan materi yang pastinya gak jauh dengan kesusatraan. Tiba-tiba ada fakultas lain yang ngadain lomba, trus kamu ikut. Kasarannya, kalo jurinya cuma orang lokal fakultas itu, ndak jadinya lucu? bukan sombong sekali lagi. Bisa aja sih mereka punya orang yang jago dibidang penulisan, tapi kalau balik lagi ke pendapat yang pernah dibilang sama dosen: "puisi itu kan dibuat dengan emosi penulisnya, tiba-tiba dilombakan dan dinilai oleh orang lain yang mungkin ga memiliki emosi yang sama, apa iya karya itu bisa menang?"


Ada lagi satu pengalaman yang ngenesin banget. waktu itu Lpm Hayamwuruk (Hawe) ngikutin satu kompetisi sampul majalah, jurinya oke berbagai orang dari berbagai surat kabar ternama di Indonesia, kotribusinya lima puluh ribu. waktu itu Hawe mendapatkan Bronze Winner majalah Jawa. Tahu ga? Hawe cuma dapet sertifikat yang dibingkai kayu, itu doang. helllo, itu kontribusi lima puluh ribu dikali berapa Lpm seIndonesia apa iya ga nyukup untuk beli amplop trus  diisi duit? parah.


Maaf kalo kesannya materialistis banget. Sebagai mahasiswa, muna deh kalau dalam kompetisi cuma mau dapet pengakuan. kalo ada yang bisa dapet pengakuan sekaligus menghasilkan uang kenapa enggak? Daripada uang pendaftarannya terbuang sia-sia, mending cari lowongan lomba lain yang jauh lebih prestise. misalnya:

a) lomba yang diadakan oleh instansi penulisan semacam fakultas kamu sendiri, balai bahasa, majalah atau koran nasional dll. Walaupun di sini ga menang, tapi gregetnya lebih berasa. Kalaupun cuma jadi juara harapan, itu jauh lebih prestise dan memacu semangat karena kita yakin dengan penilai karyanya. Oke oke, walaupun yang ngadain bukan instansi kesastraan, sekali lagi pastiin siapa jurinya, kompeten atau enggak itu aja.

b) cari lowongan lomba yang ga memungut biaya pendaftaran. walaupun hadiahnya ga seberapa -biasanya kalo yang ngadain adalah suatu penerbitan, hadiahnya paket buku- ini jauh lebih baik, kita ga keluar biaya malah dapet paket buku


Kejelian semacam ini penting banget, kalau enggak kita bakal rugi sendiri. Jangan sampai karya-karya yang kita buat dengan kesungguhan malah tersia-siakan. Apalagi biasanya dalam beberapa ajang perlombaan dituliskan syarat bahwa karya yang diikutkan belum pernah diikutkan dalam lomba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar