Laman

Minggu, 22 Juni 2014

“Acuh” Tak Berarti “Abai”


Sebagian orang beranggapan bahwa mempelajari bahasa Indonesia itu mudah. Padahal bagi mereka yang memang menggeluti bidang bahasa, sebaliknya. Bahasa Indonesia menjadi rumit sebab ilmu ini selalu mengalami perkembangan sebagaimana umumnya ilmu-ilmu sosial. Beberapa bagian yang terkenai di antaranya adalah pengertian suatu istilah yang bergelut dengan ameliorasi (peningkatan nilai makna) dan peyorasi (penurunan nilai makna), masalah peluluhan dan sampai bertambahnya kosakata baru yang mengecoh para pengguna bahasa. Ironisnya, meskipun hampir tiap tahun ada perubahan pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), masih ada saja yang salah paham terhadap kata-kata umum yang sudah sering digunakan. Contoh sederhananya dapat diambil dari salah satu lagu yang cukup terkenal berjudul “Lumpuhkan Ingatanku”. Di dalamnya terdapat bagian lirik yang berbunyi berikut:  Di sini kucoba untuk bertahan ungkapkan semua yang kurasakan. Kau acuhkan aku. Kau diamkan aku. Kau tinggalkan aku.
Berdasarkan KBBI, kata “acuh” berarti peduli; mengindahkan. Singkatnya, kata ini mengandung nilai positif. Tapi jika diperhatikan, dalam untaian lirik lagu Geisha tersebut, kata “acuh” menjadi rancu disandingkan dengan kata “diam” dan “tinggal”. Kau acuhkan aku bermakna kau pedulikan aku. Disusul dengan kalimat Kau diamkan aku, Kau tinggalkan aku. Pun, bila memang kata “acuh” dalam lirik tersebut memang diniatkan untuk mengatakan suatu kepositifan agar makin terasa kepedihannya—setelah dipedulikan tiba-tiba didiamkan dan ditinggalkan—artinya bukan salah kaprah, maka ia merupakan satu-satunya kalimat positif di antara semua pernyataan negatif. Silakan perhatikan lirik lainnya. Jangan sembunyi. Kumohon padamu jangan sembunyi. Sembunyi dari apa yang terjadi. Tak seharusnya hatimu kau kunci. Bertanya, cobalah bertanya pada semua. Di sini kucoba untuk bertahan. Ungkapkan semua yang kurasakan. Kau acuhkan aku. Kau diamkan aku. Kau tinggalkan aku. Lumpuhkanlah ingatanku hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentangnya. Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia. Kuingin kulupakannya.
Secara terus-menerus pernyataan si “aku” lirik adalah sifatnya negatif, kecewa. Saya pikir akan lebih sinkron seandainya kata acuh diganti dengan kata “abai” yang sudah jelas-jelas menurut KBBI berarti “tidak peduli”. Sehingga akan menjadi seperti ini Kau abaikan aku. Kau diamkan aku. Kau tinggalkan aku. Lengkaplah duka itu. Tentu saja analisis ini diluar konteks licencia poetica yang membebaskan penulis melakukan hal apapun terhadap bahasa demi mencapai tujuan tertentu atas puisi atau liriknya.  Hal serupa juga terjadi pada salah satu lagu Syahrini bertajuk “Cinta tapi Gengsi” yang liriknya berbunyi demikian ini Kau di mana kau berada saat aku membutuhkan dirimu kamu acuhkan diriku. Jangan tanya oh mengapa oh kenapa kupergi tinggalkan dirimu dst.
Selain dua kata di atas yaitu abai dan acuh, satu lagi yang kerap mengganjal telinga saya adalah ketika mendengar kesalahkaprahan orang-orang menyebut kata “geming” atau “bergeming”. Bergeming yang kata dasarnya geming adalah suatu verba yang berarti tidak bergerak sedikit juga; diam saja. Contoh penggunaannya adalah Aku bergeming saat mendengar kalimat terakhirnya. Demi mengejar cita-citanya, ia harus melanjutkan pendidikan di luar negeri dan meninggalkanku sendiri. Entahlah, aku tak mampu bahkan untuk sekadar mengucapkan selamat jalan padanya. Di tengah geliat bahasa Indonesia yang kini mulai menjangkau kancah dunia, ada baiknya sebagai pewaris dan pengguna bisa lebih berupaya untuk berbahasa Indonesia secara serius. Bukalah kamus jika memang ragu mengenai makna suatu kata atau istilah. Jangan sampai karena terlalu acuh pada kemampuan berbahasa internasional, tanpa sadar terabaikanlah bahasa nasionalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar