Laman

Minggu, 29 September 2013

Rangkaian Dies Natalis Undip ke-56 "BERKARYA DENGAN EMPATI"


3 impressive things in Undip Dies Natalis 56th tonight. Emha Ainun Najib "Kiai Kanjeng", tradition snack, and that cute lil girl who actived copycat the performer :) with Umi – View on Path.
Cak Nun suatu hari membayangkan Universitas Pangeran Diponegoro menjadi universitas international. Menjadi laboratorium ilmu pengetahuan dan budaya Indonesia dan dunia. Tak sekadar orang-orang asing kuliah di Undip melainkan betul-betul "orang-orang barat" belajar pada orang timur.

Islam adalah rahmatan lilalamin. Artinya, ketika ada seorang muslim, maka apapun yang ada di sekitarnya (manusia) akan terlindungi dalam 3 hal: nyawa, martabat dan hartanya.
Orang barat perlu penjelasan panjang lebar untuk memahami sebuah fakta. Misalnya fakta “rice” yang dalam bahasa Jawa bisa bermakna pari, gabah, beras, dan nasi. 

Menurut Cak Nun, sejarahwan modern tidak mengakui simbah-simbahnya (nenek moyangnya) sebab mereka tidak mengakui babad. Sejarah Indonesia adalah berdasarkan pengakuan sejarah barat. Apa yang tidak tercatat di Leiden maka tidak dianggap sebagai sejarah Indonesia. Maka semoga suatu saat Undip/Indonesia bisa menjadi pusat penyadaran budaya.

Diponegoro dan Gajahmada adalah dua sosok sejarah yang berjuang bukan hanya atas nama Jawa melainkan nusantara. Mereka sebetulnya bisa saja menjadi raja, tetapi mereka tidak mempermasalahkan. Gajahmada merupakan Muslim yang taat. Ia merelakan anaknya, Hayamwuruk menjadi raja (meskipun tidak ada yang tahu bahwa Hawe adalah anaknya).

Lagu jawa gelarno kloso. Eh pagere ambruk eh mergo tak tubruk. Itu adalah gambaran Indonesia yang bukannya menyelesaikan sebuah masalah justru membuat masalah berbiak. Masyarakat berharap dari kampus muncul solusi-solusi. Mahasiswa seharusnya BERKARYA DENGAN EMPATI TERHADAP PERMASALAHAN NEGARA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar