Laman

Minggu, 21 Juli 2013

La Tahzan, sebab Tuhan Tak Ingin Kita Bersedih

Kesedihan umumnya disebabkan oleh ketakmampuan mengatasi suatu permasalahan. Padahal, permasalahan atau ujian dalam hidup manusia adalah hal lumrah. Sebab hidup adalah proses. Dalam proses, kita melewati fase-fase tertentu. Jika kita gagal melewati sebuah fase atau gagal menyelesaikan suatu permasalahan, maka kita akan menjadi manusia yang stagnan. Hanya berkutat pada masalah yang itu-itu saja. Sedangkan proses menuntut kita untuk senantiasa lanjut ke fase berikutnya.

Sakit hati adalah salah satu bentuk ujian yang harus kita selesaikan pada suatu fase. Ada orang yang bukannya menyelesaikan masalah melainkan justru hanya melakukan pelarian.
Banyak hal bisa dilakukan untuk melarikan diri dari masalah. Cara positif misalnya dengan membaca quran, mendekatkan diri pada Tuhan. Atau dengan cara negatif misalnya minum alkohol. Hal semacam itu bisa memberikan ketenangan pada seseorang. Sehingga masalah tidak diselesaikan tetapi hanya dianggap selesai.

Ada kalanya menyelesaikan suatu permasalahan dengan hanya menganggapnya selesai adalah cara terakhir yang mampu dilakukan seseorang. Apalagi jika itu adalah masalah yang terlalu pelik. Ini semacam pengingkaran agar beban sejenak berkurang.

Sayangnya, menganggap selesai suatu permasalahan tanpa  benar-benar menyelesaikannya adalah sama dengan hanya mengendapkan hal tersebut. Tidak heran bila di kemudian hari, endapan masalah tersebut justru menjadi masalah yang makin serius. Sebab hanya menganggapnya selesai tanpa mengikhlaskannya adalah kesia-siaan.
Terhadap suatu permasalahan, kita harus menyadari masalah tersebut, merasakan dengan penuh kesadaran. Meluapkannya. Jika marah katakan marah. Lepaskan emosi itu. Baru kemudian berusaha melupakan. Hal ini sama dengan ketika kita berusaha untuk merasakan denyutan di seluruh tubuh.

Denyut pada tubuh adalah bukti kasih sayang Allah. Sesungguhnya denyutan ada di seluruh bagian tubuh kita dari kepala sampai kaki. Tapi kita jarang mampu menyadarinya.
Cobalah rasakan denyut nadi di genggaman tangan, langsung terasakah? Jika belum, pejamkan mata dan rasakan. Tidak mampu meraskan denyut di tangan adalah indikator bahwa kita belum bisa merasakan dan menyadari emosi diri. Merasakan apakah kita sudah betul-betul mengikhlasakan sesuatu atau hanya mengendapkannya.
Dalam QS 7: 42-43, Allah SWT berfirman: 
"Dan orang-orang yang beriman serta mengerjakan kebajikan, Kami tidak akan membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Mereka itulah penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. Dan kami mencabut dendam dari dalam dada mereka, di bawahnya mengalir sungai-sungai."

Dari ayat tersebut kita bisa berhikmah bahwa cara menghapus rasa dendam atau sakit hati atau mengikhlaskan suatu masalah adalah dengan berbuat baik, kebajikan. Kalau kita masih sedih ketika mengingat sesuatu (permasalahan di masa lalu yang kita anggap sudah selesai) berarti kita belum ikhlas. Berarti Allah belum mencabut masalah itu dari hati kita.

Pentingnya mengikhlaskan suatu permasalahan sakit hati adalah agar kita tidak larut dalam kesedihan. Kita tidak boleh bersedih. Dalam quran dikatakan "la tahzan" (jangan bersedih). Sebab orang bersedih pertanda jauh dari rahmat Allah. Kesedihan pun bisa membuka peluang bagi setan untuk menjerumuskan kita.

Banyak hal menjadi serba salah ketika kita bersedih. Menyebabkan kita tidak bisa beraktivitas dengan baik. Salah satu contohnya adalah perilaku galau yang belakang seolah menjadi gaya hidup, menjadi bagian yang tak bisa terlewatkan. Padahal jelas bahwa menggalau ialah memanjakan kesedihan diri sendiri.

Disusun dan dikembangkan berdasarkan dari Spiritual Coaching bersama Ustazah Meidian, 21 Juli 2013 di Masjid Kampus Undip Tembalang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar