Laman

Rabu, 01 Mei 2013

Ketika Topeng menjadi Tuntutan


Judul novel : Topeng (2002)
Penulis : Wing Kardjo
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia; 158 hlm.

Pen, seorang laki-laki berusia 49 tahun. Selain menjadi dosen di Jepang ia juga penyair. Sampai di usia yang terlampau lanjut ia tetap melajang. Sebagai seorang dosen, kegilaan yang dilakukan Pen adalah bercinta dengan mahasiswinya yang bernama Ayuko. Bercinta dalam arti terdalam yaitu tidak sekadar menjalin kisah cinta tetapi juga berhubungan intim—tanpa pernikahan. Tentu saja hubungan mereka dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebab bukan hanya perkara usia yang mereka langkahi, melainkan juga adat istiadat.

Dalam kisah ini sebentulnya yang menjadi sumber permasalahan adalah Ayuko. Perempuan berusia 20 tahun itu diduga mengidap electra complex yaitu kebalikan dari oedipus complex. Sebagai perempuan—sengaja tidak disebut gadis karena tidak bisa dibuktikan apakah Ayuko masih perawan atau tidak sebelum berhubungan dengan Pen—berusia belia, Ayuko tampak begitu biasa menjalin kisah cinta dengan laki-laki yang lebih tua dari ayahnya sendiri. Bahkan, beberapa kali Pen menjelaskan hal tersebut, Ayuko justru meyakinkan bahwa baginya tidak ada masalah. Ia mencintai dosennya itu tanpa alasan, parce que. Meskipun pada akhirnya hubungan mereka harus berakhir begitu saja setelah Ayuko diduga terkena virus HIV Aids. Sebelum memutuskan untuk berpisah, Ayuko telah lebih dulu menyampaikan maksudnya itu secara implisit, lewat sebuah puisi. Puisi tersebut dimaknai oleh Pen sebagai suatu permintaan maaf. Mungkin memang Ayuko adalah gadis “nakal”. Namun, Pen pun tidak lebih baik darinya. Mereka seimbang sebagai pemakai “topeng”.

Merasa keputusan Ayuko tersebut berbanding terbalik dengan sikapnya selama ini, Pen berusaha untuk bisa bertemu hanya untuk menjelaskan duduk perkara. Sayangnya, Ayuko tetap tidak mau menjelaskan apa pun. Di sanalah kesadaran Pen muncul. Ia merasa menjadi manusia tidak tahu diri karena telah menjalin hubungan gelap dengan perempuan belia. Ia khawatir kebiasaannya mengunjungi shoapland menjadikannya sebagai penular virus terhadap Ayuko. Sejak saat itu, ia bertekad untuk memasang kembali topengnya. Menjalani peran sebagai dosen yang notabenenya bijaksana dan beritikad baik.

Penyair Ronggowarsito dikenal dengan ramalannya mengenai “zaman edan”. Sementara Akira Kurosawa melalui Soesilo Toer pernah menyatakan bahwa di dunia gila, hanya si gila yang waras. Lalu kapankah zaman tersebut mulai terjadi? Sekiranya ramalan Ronggowarsito telah benar-benar terjadi pada kurun tahun 2000, bisa jadi Pen (mungkin benar-benar memang Wing Kardjo sendiri) telah mengambil peran sebagai si gila yang hidup di zaman edan. Ia ingin tetap tampak waras dengan membawa-bawa topeng supaya rahasia mengenai kegilaannya tetap tertutupi.

Topeng merupakan salah satu karya tahun 2000-an yang terbilang vulgar. Sejak awal kisah, pembaca sudah langsung disuguhi peristiwa berbau ranjang. Selanjutnya peristiwa demi peristiwa dijalin dengan aroma seksualitas. Selain itu, kekurangan novel ini adalah kelatahan narator yang cenderung ikut campur dalam penceritaan. Sehingga hal tersebut menyebabkan pembaca menjadi curiga bahwa narator adalah penulisnya sendiri yaitu Wing Kardjo. Meskipun bagian semacam itu hanya beberapa kali, tetap saja menjadi hal fatal yang secara implisit menunjukkan kepada pembaca bahwa  novel ini adalah sebuah catatan harian yang diprosakan.

Meskipun demikian, novel ini tetap mengandung nilai-nilai positif. Melalui novel ini disampaikan informasi mengenai beberapa budaya masyarakat Jepang. Di antaranya adalah mengenai kebiasaan mereka untuk disiplin waktu. Jika masyarakat Indonesia cenderung mengulur waktu dalam mengerjakan suatu hal sehingga terburu-buru di penghujung, maka tidak dengan masyarakat Jepang. Lembur akan mereka lakukan saat dibutuhkan, tetapi segera istirahat setelah menyelesaikannya secara maksimal. Satu lagi hal yang sekiranya mengejutkan adalah mengenai budaya masyarakat Jepang yang tidak ingin berutang budi dan senang memberikan hadiah dengan bungkusan-bungkusan yang indah. Hal tersebut juga yang menjadi motivasi bagi Ayuko untuk menghadiahkan tubuhnya yang terbungkus kimono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar