T, tak selamanya hidup berjalan sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Kadang ia begitu halus, tak jarang ia berubah garang. Ia bisa memberikan banyak hal yang kita impikan, pun seketika bisa merenggut yang kita dekap. Benar apa yang dikatakan oleh orang-orang itu. Apalah artinya memiliki jika bahkan diri ini pun bukan milik kita.
Lalu kita tersadar, bahwa hidup hanyalah
sekumpulan episode yang berujung pada rasa kehilangan. Itu hanya sebuah rasa,
artinya kita tak benar-benar kehilangan. Kita tak memiliki apapun, kecuali rasa
syukur. Itupun hanya bisa kita dapatkan jika diupayakan. Maka, bisa kau
bayangkan betapa banyak orang yang sesungguhnya menjalani ilusi. Mereka merasa
memiliki sesuatu yang tak bisa mereka kuasai. Mereka menguasai hal-hal yang tak
pernah bisa mereka miliki.
Hidup ini semu. Ibarat terkurung dalam rumah kaca,
saat hujan embun menyelubungi mata, dan ketika panas kita tersilaukan oleh
cahaya. Kita ini buta, bila tak dikaruniai hati. Kita ini bodoh, jika tanpa
ilmu. Kita sulit menerima hal-hal yang di luar nalar. Seringkali hidup
membolak-balikkan kenyataan. Lantas kita pun bertanya, mana yang benar mana
yang salah?
Saat hidup sedang tak berpihak, kita menghujat.
Siapa yang sesungguhnya kita hujat? T, hidup adalah sebuah ruang tak bersekat,
tak pula bertiang penyangga. Kita berdiri di antara langit dan bumi. Kita butuh
pegangan. Maka sebaik-baik pegangan adalah rasa percaya kepada Tuhan.
Al-'Anfāl:70. "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu,
niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah
diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu".
Entah sesuatu itu baik atau buruk, setidaknya kita meyakini bahwa Tuhan itu Maha
Baik. Tuhan adalah titik pusat segala kebaikan dan kebenaran. Tuhan itu benar,
Tuhan itu baik. Dari titik itu kita bisa melihat, membandingkan, dan memutuskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar