Laman

Tampilkan postingan dengan label Sasongo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sasongo. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Mei 2012

Memaknai Kemudian Mendefinisi-i

Ada yang coba saya ingat-ingat saat berpikir 'kenapa sih kelas penulisan kreatif dengan Triyanto Triwikromo selalu menyenangkan?' Ternyata, saat sekitar semester 3 yang lalu (sekarang saya semester 6) saya sudah membayangkan betapa akan menyenangkannya mengikuti perkuliahan dengan dosen pengampu seorang sastrawan sekaligus redaktur surat kabar terkemuka di Semarang (Suara Merdeka).

Ekspektasi saya tidak salah. selama hampir satu semester mengikuti kelas tiap minggunya, selalu ada hal-hal baru dan menyenangkan yang saya dapatkan. Meskipun materi yang disampaikan sangat sederhana, tetapi Pak Triyanto memiliki teknik pengajaran yang menurut saya selalu berusaha agar para mahasiswanya berpikir keras, mengeksplore imajinasi dan benar-benar berpikir secara kreatif. Banyak hal-hal tak terduga yang kerap muncul di setiap perkuliahan kami, misalnya hari ini.

Selasa pekan ini (22/5/2012) materi kami adalah tentang puisi. Saya memang datang terlambat sekitar 10 menit, tetapi masih sangat bisa mengikuti perkuliahan secara penuh. Salah satu hal yang menurut saya menjadi poin plus dalam kelas Pak Triyanto adalah 'santai' dan longgar. Mahasiswa yang terlambat tidak akan dikomentari, ia akan terus melanjutkan tuturannya saat mahasiswa yang terlambat tiba-tiba masuk kelas. selain itu beliau juga tidak pernah 'menyalahkan' setiap pendapat.

Materi kami pekan ini tentang puisi. Pak Triyanto meminta kami mendefinisikan puisi dengan cara kami masing-masing. Namun, sayaratnya definisi tersebut tidak boleh merujuk pada makna harfiah, misalnya puisi adalah untaian kata yang disusun berdasarkan rima, asonansi, aliterasi, dst...

Dan inilah hasil pendefinisian kami. Kebetulan saya mendapat giliran pertama. Menurut saya, definisi puisi (sajak) adalah malam yang kesepian, hujan yang kedinginan dan gelap yang teramat sungsang. Sesekali senyum dalam ketiadaan tapi selalu hidup dalam kematian.

Kemudian mahasiswa lain mendefinisikan puisi (sajak) adalah:
  • dewi nafisa prabawati: sajak adalah teknologi. Pak Triyanto mencoba memaknai definisi ini dengan menggambarkan bahwa sajak adalah kesatuan mesin yang di dalamnya ada skrup dll.
  • achmad dwi afriyadi: sajak adalah perselingkuhan. Ini dimaknai bahwa sajak lahir karena adanya perasaan was-was, karena pelaku perselingkuhan biasanya kerap dihinggapi perasaan was-was dan semacamnya.
  • imam muchdi: sajak adalah aturan. Meskipun Pak Triyanto memaknai definisi ini mengacu pada aturan seperti jumlah larik, rima akhir, asonansi, aliterasi dsb, menurut saya kata 'aturan' yang dicetuskan imam lebih mengacu pada suatu aturan yang lahir dari masing-masing penyair terhadap sajaknya. Jadi, ketika ia menulis sajak dengan berbagai diksi, tipografi, metafora dan kombinasi lainnya, itu semua mengacu pada aturan si penyair yang menuliskan sajaknya. Terlepas dari pemaknaan yang dilakukan orang lain, yang penting puisi tersebut dibangun oleh aturan-aturan (ego) penulisnya
  • galih wisnu pribadi: sajak adalah media curahan hati
  • sri debby marpaung: sajak adalah jeroan, gado-gado dan air beriak. Menurut Pak Triyanto definisi ini memandang sajak sebagai sesuatu yang tidak beraturan. Ada lompatan-lompatan yang terjadi di dalamnya.
  • moch. taher agus prasetyo: sajak adalah orang kulit hitam (negro) di pulau Albino.
  • zen marten nurullah: sajak adalah futsal. Berapa orang yang mati karena futsal? tanya Pak Triyanto menanggapi definisi ini. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa definisi ini mengarah pada suatu anggapan bahwa puisi adalah kematian.
  • diana novita sari: sajak adalah ruangan dan warna
  • tri sena surya anggara: sajak adalah lamunan kamar mandi yang membantu proses keluarnya tai. Definisi ini mengarah pada bahwa sajak adalah kesia-siaan. Tapi menurut saya, definisi ini mengarah pada suatu pemaknaan bahwa sajak adalah kebutuhan yang tidak bisa diabaikan.
  • anggun prestiani: sajak adalah nada-nada jiwa. Pak Triyanto coba menganalogikan bahwa melaui definisi ini ia membayangkan di dalam jiwa manusia ada semacam piano yang membunyikan nada-nada.
  • riko yulianto: sajak adalah 4 ekor hewan berbeda yang berduel
Setelah pendefinisan sajak tersebut, sesi diskusi pun berlangsung meskipun singkat. Satu pertanyaan yang saya lontarkan adalah bagaimana bapak menanggapi pembedahan puisi yang sepertinya adalah suatu keisa-siaan karena sebagaimanapun puisi dimaknai oleh sekian orang maka sekian makna akan diperoleh? Menanggapi ini dengan uraian yang cukup lebar, tetapi pada akhirnya Pak Triyanto menyampaikan bahwa dalam kesia-siaan pun ada penemuan yang didapatkan yang mengarah pada suatu eksistensialisme.

Selanjutnya, potongan sebuah puisi yang disampaikan Debby cukup membuat kami berpikir mengenai maknanya, sebab menurut Debby, ia mendapat beberapa hujatan dari bebebrapa pihak yang menilai puisinya sudah melewati batas kewajaran. Berikut ini potongan sajaknya:

dan tuhan tak urung tersenyum
melihat kami nyaris berkelamin

Untuk mencoba menyimpulkan beberapa pemaknaan yang kami buat, Pak Triyanto menutup kuliah hari ini dengan sebuah idiom yahudi yang berbunyi: "saat manusia berpikir, Tuhan tertawa"

Selasa, 29 Juni 2010

Menguak Ilusi di Balik Halo-- Sebuah Analisis untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester

http://gagasmedia.net/Info/Cerita-Halo-dalam-Sebuah-Novel.html
Identitas buku

Judul Buku       : Halo, Aku Dalam Novel
Penulis             : Nuril Basri
Tebal Buku      : 301 Halaman
Penerbit           : Gagasmedia
Tahun Terbit    : 2009







Pendahuluan

Berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain merupakan hak yang sekaligus menjadi kebutuhan setiap individu bernama manusia. Meskipun pada kenyataannya ada saja mereka yang beranggapan bahwa ia bisa hidup ‘sendiri’ tanpa orang lain. Biasanya tindakan ini akan diwujudkan dengan menganggap orang lain tidak penting, menganggap kita tidak perlu berurusan apalagi sampai memperdulikan orang lain. Inilah yang terjadi pada Pram dan Halo. Dalam novel ini, Halo, Aku dalam Novel yang disingkat dengan HADN, penulis memaparkan kisah tentang seorang pemuda bernama Pram yang kuliah di Amerika, sesungguhnya Pram ini memiliki keanehan yaitu sering berhalusinasi melihat orang lain yang sebenarnya tidak ada, keanehannya tersebut ia tuangkan dalam novel yang ia tuliskan, melalui tokoh utamanya, Halo.


   Selama kuliah Pram sangat jarang berkomunikasi bahkan dengan teman sekamarnya pun, yang juga berasal dari Indonesia. Namun, pada akhirnya, berkat Halo, tokoh yang ia ciptakan sendiri, Pram akhirnya menyadari betapa menjadi bagian dari orang lain adalah suatu kebutuhan yang tidak mungkin diabaikan hanya karena keegoisan.


Sinopsis

   Novel ini menceritakan tentang seorang tokoh bernama Pram, ia sangat ingin menjadi penulis. Namun, karena masalah idealisme orang tuanya, ia dipaksa kuliah di luar negeri dan mengambil jurusan yang tidak dikehendaki. Akibatnya ia tak serius kuliah, sebagian besar waktunya selalu digunakan untuk menulis dan menulis.

   Pram sangat ingin membuat tulisan yang menceritakan tentang penderitaan seseorang. Beberapa hari sejak ia di luar negeri Pram mulai menulis, Halo, adalah tokoh utamanya, nama itu sengaja dibuat agar terkesan aneh dan memang keseluruhan kisah yang ia tuliskan sangat aneh. Halo adalah seorang gadis yang dilahirkan dengan bibir sumbing dan mata yang juling, ia sering merasa kesepian karena orang-orang selalu “segan” mengajaknya bicara, bahkan orang tuanya – ibunya pun, lebih peduli pada adik laki-lakinya yang tampan. Akhirnya Halo meninggalkan rumah dan tentu saja tak ada yang mencarinya. Di luar sana Halo bertemu dengan sekelompok preman yang ternyata sangat baik sampai-sampai memperbolehkannya tinggal di rumah susun mereka.

   Pram yang memang ingin membuat suatu kisah ‘penderitaan’, mulai kesal dengan tokoh-tokohnya yang bersikap baik, Rio dan Al. ia berencana untuk membunuh tokoh itu. Hal aneh terjadi, entah bagaimana caranya tiba-tiba Al muncul dan melarangnya membunuh Rio, bahkan suatu ketika Pram bisa berinteraksi langung dengan tokoh-tokoh dalam novelnya. Pram mulai ketakutan, ia bertekad harus segera menyelesaikannya. Di saat seperti itu lah, ia tersadar tentang keanehan dalam dirinya. Pram selalu berbicara dengan orang yang sangat ia sukai – padahal mereka tidak ada, dan menganggap orang yang ia benci tidak ada – namun selalu saja muncul dan merepotkannya, beberapa orang yang ia sukai dalam kehidupannya mulai menghilang.

Pembahasan

Analisis unsur intrinsik novel

A. Tema

   Halo, Aku Dalam Novel (HADN), adalah cerita berbingkai yang mengangkat tema tentang kehidupan sosial, tentang pentingnya berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan.

B. Tokoh dan Penokohan
  
   Dalam Halo, Aku dalam Novel ini terdapat banyak sekali tokohnya, apalagi jika mengarah pada cerita yang dituliskan Pram, mengenai Halo dan kawan-kawannya. Namun, tidak perlu dipermasalahkan banyaknya tokoh tersebut, sebab mereka hanyalah tokoh tambahan, yang jika dihilangkan pun esensi cerita akan tetap bisa dirasakan. Perincian tokoh-tokoh tersebut adala sbb.

Tokoh utama (yang) utama: Pram

  Novel (cerita) berbingkai semacam HADN biasanya memang sulit untuk ditemukan siapa tokoh utamanya (salah satu contohnya adalah “Suweng” karya Hasta Indrayana, sebab jika tidak dipahami secara jeli pembaca akan terkecoh dengan tokoh utama (yang) utama dan tokoh utama (yang) tambahan.

Pram, adalah tokoh utama (yang) utama, sebab meskipun sepintas Halo yang menjadi fokus penceritaan, toh Pram-lah yang berperan penting dalam memunculkan Halo dan kawan-kawan, dan kapan pula ia memunculkan dirinya sendiri, baik di dunia nyata maupun di dunia khayalannya, dunia Halo dan kawan-kawan.

Tokoh utama tambahan: Halo

  Sebagai tokoh utama dalam kisah yang dituliskan Pram, sebenarnya Halo hanyalah tokoh statis yang kedudukannya menguatkan watak tokoh utama yaitu Pram. Halo ini lah yang menyebabkan pertemuan antara Pram dan beberapa tokoh dalam kisah yang ia tuliskan, Rio, Al, Brenda dll. Jika Halo tidak pernah muncul dalam pikiran Pram, maka Pram tidak akan mungkin bisa menyadari tentang keanehan dalam dirinya yang kerap berhalusinasi tentang orang-orang yang sebenarnya tidak ada, menjadi ada. Harlan, Mike, Merry, adalah beberapa tokoh dalam kehidupan Pram, yang sebenarnya mereka tidak pernah ada, berikut kutipannya:

"Saya bisa melihat Merry yang sedang membaca buku sambil mencamil keripik. Sedang menunggu saya. Oh, rajin sekali. Dia mungkin tidak tahu kalau saya sudah bangun. Sebenarnya. Saya tidak ingin menemuinya lagi, karena Merry itu hanya ilusi yang saya ciptakan saja. Kalau saya semakin mengenal dia, nanti saya akan merasa sedih sekali ketika berpisah. Mending saya tidak kenal saja" (HADN: 272).


Tokoh tambahan (yang) utama: Rio, Mike, Al, Merry, Marius.

  Tokoh tambahan tambahan: Brenda, Kakek Tua di Ladang Jagung, Nenek-nenek misterius, Brenda, Ardian, Harlan, Ibunya Marius, dll.

  Sebagai tokoh tambahan, keberadaan mereka memang tidaklah begitu penting, bahkan jika dihilangka pun, esensial cerita ini akan tetap terasa, hanya saja akan nampak monoton. Setidaknya keberadaan para tokoh tambahan ini menjadikan pembaca tidak jenuh. Berikut ini salah satu kutipan yang menjadikan novel ini lebih berwarna dengan hadirnya para tokoh tambahan:

“Eh, bagus, loh, cerita yang kamu tulis,” ujar Ardian, seolah dengan nada-nada memberi semangat. Dia pikir, kalau dia bilang sebaliknya, semangat menulis saya bisa hilang. Mendapat perhatian seperti itu darinya malah sangat menjijikkan.
“Hmm,” ujar saya.
“Apanya? Biasa saja, kok, malah jelek” ucap si Merry (HADN: 79).



Penokohan

   Ada perbedaan antara pengertian tokoh dan penokohan. Tokoh adalah pelaku dalam cerita sedangkan penokohan bisa diartikan pelukisan karakter yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam cerita. Ada dua macam penokohan, ekspositoris dan dramatik, dalam HADN ini teknik yang lebih banyak digunakan adalah dramatik, beberapa di antaranya adalah:

Teknik cakapan, melukiskan karakter Rio

“Kenapa kamu mau melakukan itu?” tanya Halo
“Melakukan apa?” tanya Rio
“Menolong nenek-nenek itu dan menolongku waktu itu…, padahal kamu tidak mengenalku…”
“Soalnya, tak ada yang menolongku sewaktu aku membutuhkannya dulu… dan aku tidak mau orang lain merasakan hal yang sama.” (HADN: 93).

Teknik pikiran dan perasaan, melukiskan karakter Pram

... Di Indonesia sana, saya memang punya pembantu, tapi bukan berarti saya tidak mandiri. Saya sangat mandiri! Saya bisa melakukan segalanya sendiri! Saya tidak butuh orang lain menemani saya! Saya benci orang-orang! Mereka sok tahu! (HADN: 55)

Teknik pelukisan fisik, melukiskan karakter Halo

Halo, tidak ada yang spesial mengenainya, kecuali dia sangat kurus. Tulang-belulang di tubuhnya sangat menonjol, menirus dan merusuk kemana-mana. Dia terihat seperti tengkorak yang hanya dapat berjalan dan bernapas (HADN: 6).

C. Penceritaan (pusat pengisahan)

   Sekilas pada bagian Tokoh Utama telah saya paparkan tentang kedudukan Pram sebagai tokoh utama yang menjadi pioner dalam keberlangsungan isi cerita. Pram adalah tokoh utama yang sekaligus menjadi pusat penceritaan . Pram selalu muncul dalam setiap peristiwa. sekali lagi, Halo hanyalah alat atau perantara bagi tokoh Pram untuk memperjelas apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, bagaimana wataknya, bagaimana sikapnya terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri.

… Mungkin saya akan mulai dengan menciptakan karakter utamanya. Yang jelas, dia tidak boleh cantik. Cih. Saya benci orang cantik karena mereka biasanya tolol. Saya akan membuatnya sangat jelek. Jelek sekali. Tidak punya teman, sendirian. Mungkin, gagu (HADN: 5).

Kalimat tidak punya teman, sendirian, sebenarnya merupakan representasi atas keadaan si Pram, sendirian tidak punya teman, sampai-sampai ia menciptakan sendiri orang-orang dalam hidupnya. Novel ini memusatkan penceritaan pada tokoh aku, Pram.

Sudut pandang

  Secara umum ada tiga macam sudut pandang, orang pertama, orang ketiga , dan campuran. Dalam HADN ini sudut pandang yang digunakan adalah campuran. Penggunaan sudut pandang campuran adalah kebebasan dari pengarangnya, namun dalam novel ini, sudut pandang campuran tercipta karena format kisahnya adalah cerita berbingkai, pencerita bisa berada pada dua posisi sekaligus, yaitu sebagai aku dalam penceritaan Pram, dan menjadi orang ketiga “maha tahu” di penceritaan Halo. Berikut ini adalah kutipan yang berturut-turut menerangkan posisi pencerita sebagai orang pertama dan orang ketiga:

  Namun, kami berhenti juga di sebuah minimarket, K-Mart, karena Mike harus belanja. Saat berada di dalam minimarket, saya membayangkan Halo. Dia bekerja di tempat seperti ini. Keren sekali. Saya melihat-lihat kasirnya, siapa tahu ada yang mirip dia (HADN: 41).

  Beberapa hari kemudian, Halo merasa kakinya sudah sembuh dan dia sudah bisa berjalan dengan normal. Dia pun akhirnya mengatakan niatnya pada Rio untuk berjalan-jalan di luar. Dia sudah merasa agak sumpek berada di dalam ruangan terus-menerus seminggu ini (HADN: 80).

D. Alur dan Pengaluran

  Alur merupakan rangkaian cerita yang membentuk suatu kausabilitas. Sedangkan pengaluran adalah cara menampilkan alur. Berkaitan dengan pengaluran tersebut, ada tiga macam alur yang bisa digunakan, yaitu:

Berdasarkan urutan waktu, novel ini menggunakan alur progresif, sebab cerita mengalir dari tahap awal: pengenalan tokoh, baik dalam penceritaan Pram maupun Halo, pemunculan konflik, klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian.

Berdasarkan kuantitas, yang digunakan adalah alur tungal. Hal ini dikarenakan hanya ada penceritaan satu tokoh, lengkap dengan segala konflik yang menyertai kehidupannya. Meskipun tetap ada tokoh-tokoh lain baik itu tokoh utama tambahan maupun tokoh tambahan, dan dari tokoh-tokoh itu juga muncul konflik, kesemuanya itu adalah pelengkap yang semuanya selalu berkaitan dengan kisah tokoh utama.

Berdasarkan kualitas, novel ini menggunakan alur rapat. Beberapa ciri dari alur rapat adalah cerita disajikan secara cepat, peristiwa fungsional saling susul-menyusul, ada jalinan erat antarperistiwa yang jika beberapa bagian dihilangkan maka pembaca akan kesulitan memahaminya. Itulah yang terjadi dalam HADN ini. Kisah dimulai dari Pram yang sangat ingin menulis, kemudian ia mulai menemukan kemistri pada novelnya, muncul konflik dalam novelnya, tiba-tiba ia menjadi bagian dalam novelnya, ia mulai gamang dengan cerita yang dibuat sendiri, lalu Pram sadar tentang keanehan dalam dirinya dan seterusnya termasuk kesibukan Halo mencari seseorang yang bisa menghidupkan Rio menyebabkan Pram terpengaruh sampai akhirnya menghidupkan kembali Rio dengan dalih mati suri, mengeluarkan Al dari penjara. Kesemuanya itu membentuk satu kausalitas yang padat dan tidak bisa dipisahkan, meskipun ini cerita berbingkai.

E. Latar dan Pelataran

   Latar biasanya mengacu pada pengertian tempat, waktu dan lingkungan sosial cerita. Sedangkan pelataran adalah teknik pelukisan latar.

Latar tempat, jika mengacu pada geografis, lokasi terjadinya cerita tentang Pram adalah di Amerika,

Saya baru seminggu berada di Amerika. Di sini, ternyata sedang musim dingin. Saat turun dari bandara di San Fransisco minggu lalu, saya langsung menuju took pakaian hangat dan membeli jaket anti-dingin tiga sekaligus (HADN: 3)

Sedangkan lokasi cerita tentang Halo belum bisa dipastikan, sebab dunia Halo hanyalah khayalan yang dibuat Pram, sebagaimana ia mengarang cerita tentang orang-orang disekitarnya. Namun, ada beberapa indikasi yang bisa sedikit membantu,

“Kamu mau tahu bagaimana caranya menghidupkan orang mati?” tanya Sarah sangat terkejut. Sekaligus sangat meremehkan.
“Pertama, kamu bisa mengunjungi seorang pawang dari Tana Toraja,” jelas Ebra pada Halo (HADN: 247)
Tana Toraja, adalah indikasi bahwa lokasinya berada di Indonesia, tetapi bisa juga ini hanyalah efek dari Pram, atau penulisnya yang memang orang Indonesia, dan dia tidak tahu harus menyebutkan daerah mana yang kira-kira gayut atau relevan.

Setelah membaca ulang novel HADN ini akan dapat disimpulkan bahwa penulis sangat sering menempatkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar kampus, terutama asrama dan dinning hall.
Latar waktu, tidak ada dominasi waktu dalam novel ini, cerita mengalir pada semua waktu yang ada, pagi, siang, sore, dan malam pada waktu setempat.

Latar suasana, suasana yang sering digambarkan oleh penulis, baik pada penceritaan Pram maupun Halo adalah suasana misterius dan sedikit tidak lazim.
“Terima kasih, tapi aku tidak perlu mandi,” ujar Halo. “Aku sedang buru-buru…”
“Kamu tidak bisa buru-buru kalau kalau kamu mati” jawab si Kakek.
“Maksud kakek?”
“Racunnya sudah meresap ke dalam kulitmu. Kuharap belum terlambat …” (HADN: 191)
Pelataran, hal mengenai pelataran ini berkaitan dengan efek realistis dari cerita. Pelataran biasanya mengaitkan antara karakter tokoh dengan latar yang menyertainya. Pram, adalah tokoh utama yang memiliki watak individualis,
... Di Indonesia sana, saya memang punya pembantu, tapi bukan berarti saya tidak mandiri. Saya sangat mandiri! Saya bisa melakukan segalanya sendiri! Saya tidak butuh orang lain menemani saya! Saya benci orang-orang! Mereka sok tahu! (HADN: 55)

   Dan sikap individualisnya ini sejalan dengan pola pikir, cara dia bergaul dengan lingkungannya, cara dia berbicara dan menyikapi orang lain. Sesungguhnya Pram adalah seseorang yang merasakan ketakutan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit, secara implisit nampak bahwa Pram terlalu takut dianggap aneh sehingga ia jarang berkomunikasi dengan orang lain, sama persis dengan apa yang ia tuliskan tentang Halo dalam novelnya. Dan ini berarti bahwa Pelatarannya sejalan dengan karakter tokoh Pram. Untuk tokoh Halo pun demikian, dalam novel ini ia digambarkan sebagai sosok yang kurang percaya diri dan selalu menarik diri karena takut dianggap aneh,
“Oh, Tuhan! Kata Halo kaget.
Hidung lelaki itu berdarah, Halo yang melihatnya menjadi sangat gusar. Jantungnya berdebar sangat kencang. Tiba-tiba saja, dia meninggalkan tempat itu (HADN: 15).

F. Aspek sosial (sistem dan nilai),

  Yang paling asyik dengan orang-orang Amerika adalah kita tinggal mengatakan ‘Ya’ dan ‘Terima kasih’, dan orang-orang tidak akan mengganggumu lagi (HADN: 185).
G. Amanat,

   Disampaikan secara implisit, bahwa sebagai makhluk sosial kita tidak akan pernah mampu hidup sendiri, seperti yang dialami Pram, betapapun ia menganggap orang lain tidak penting, toh ia tetap membutuhkan orang lain, dengan cara menciptakan sendiri orang-orang tersebut.


Penutup
   
  Demikian analisis saya terhadap novel karya Nuril Basri yang berjudul Halo, Aku dalam Novel. Semoga apa yang saya paparkan bisa bermanfaat dan berharap ada kelanjutan atau bahkan peninjauan kembali oleh pihak yang memang membutuhkannya.

  Yang terpenting lagi adalah semoga apa yang saya buat ini bisa memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Pengkajian Cerita Rekaan sehingga dapat memberikan penilaian yang semestinya terhadap apa yang sudah saya pahami dari mata kuliah yang disampaikan.

 Akhir kata saya ucapkan terima kasih.