Sebagian orang
beranggapan bahwa mempelajari bahasa Indonesia itu mudah. Padahal bagi mereka
yang memang menggeluti bidang bahasa, sebaliknya. Bahasa Indonesia menjadi
rumit sebab ilmu ini selalu mengalami perkembangan sebagaimana umumnya
ilmu-ilmu sosial. Beberapa bagian yang terkenai di antaranya adalah pengertian
suatu istilah yang bergelut dengan ameliorasi (peningkatan nilai makna) dan
peyorasi (penurunan nilai makna), masalah peluluhan dan sampai bertambahnya
kosakata baru yang mengecoh para pengguna bahasa. Ironisnya, meskipun hampir
tiap tahun ada perubahan pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), masih ada
saja yang salah paham terhadap kata-kata umum yang sudah sering
digunakan. Contoh sederhananya dapat diambil dari salah satu lagu yang
cukup terkenal berjudul “Lumpuhkan
Ingatanku”. Di dalamnya terdapat bagian lirik yang berbunyi berikut: Di sini
kucoba untuk bertahan ungkapkan semua yang kurasakan. Kau acuhkan aku. Kau
diamkan aku. Kau tinggalkan aku.
Berdasarkan KBBI, kata “acuh” berarti peduli; mengindahkan. Singkatnya,
kata ini mengandung nilai positif. Tapi jika diperhatikan, dalam untaian lirik lagu
Geisha tersebut, kata “acuh” menjadi rancu disandingkan dengan kata “diam” dan “tinggal”.
Kau acuhkan aku bermakna kau pedulikan aku. Disusul dengan
kalimat Kau diamkan aku, Kau tinggalkan
aku. Pun, bila memang kata “acuh” dalam lirik tersebut memang diniatkan
untuk mengatakan suatu kepositifan agar makin terasa kepedihannya—setelah dipedulikan
tiba-tiba didiamkan dan ditinggalkan—artinya bukan salah kaprah, maka ia
merupakan satu-satunya kalimat positif di antara semua pernyataan negatif.
Silakan perhatikan lirik lainnya. Jangan
sembunyi. Kumohon padamu jangan sembunyi. Sembunyi dari apa yang terjadi. Tak
seharusnya hatimu kau kunci. Bertanya, cobalah bertanya pada semua. Di sini
kucoba untuk bertahan. Ungkapkan semua yang kurasakan. Kau acuhkan aku. Kau diamkan aku. Kau tinggalkan aku. Lumpuhkanlah
ingatanku hapuskan tentang dia. Hapuskan memoriku tentangnya. Hilangkanlah
ingatanku jika itu tentang dia. Kuingin kulupakannya.
Secara terus-menerus pernyataan si “aku” lirik adalah sifatnya negatif,
kecewa. Saya pikir akan lebih sinkron seandainya kata acuh diganti dengan kata
“abai” yang sudah jelas-jelas menurut KBBI berarti “tidak peduli”. Sehingga
akan menjadi seperti ini Kau abaikan aku. Kau diamkan aku. Kau
tinggalkan aku. Lengkaplah
duka itu. Tentu saja analisis ini diluar konteks licencia poetica yang
membebaskan penulis melakukan hal apapun terhadap bahasa demi mencapai tujuan
tertentu atas puisi atau liriknya. Hal
serupa juga terjadi pada salah satu lagu Syahrini bertajuk “Cinta tapi Gengsi”
yang liriknya berbunyi demikian ini Kau
di mana kau berada saat aku membutuhkan dirimu kamu acuhkan diriku.
Jangan tanya oh mengapa oh kenapa kupergi tinggalkan dirimu dst.
Selain dua kata di atas yaitu abai dan acuh, satu
lagi yang kerap mengganjal telinga saya adalah ketika mendengar kesalahkaprahan
orang-orang menyebut kata “geming” atau “bergeming”. Bergeming yang kata dasarnya geming adalah suatu verba yang berarti tidak
bergerak sedikit juga; diam saja. Contoh penggunaannya adalah Aku bergeming saat mendengar kalimat
terakhirnya. Demi mengejar cita-citanya, ia harus melanjutkan pendidikan di
luar negeri dan meninggalkanku sendiri. Entahlah, aku tak mampu bahkan untuk
sekadar mengucapkan selamat jalan padanya. Di tengah geliat bahasa
Indonesia yang kini mulai menjangkau kancah dunia, ada baiknya sebagai pewaris
dan pengguna bisa lebih berupaya untuk berbahasa Indonesia secara serius.
Bukalah kamus jika memang ragu mengenai makna suatu kata atau istilah. Jangan
sampai karena terlalu acuh pada kemampuan berbahasa internasional, tanpa sadar
terabaikanlah bahasa nasionalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar