Setelah berbulan-bulan saya tersandung kepasrahan karena tersandera keadaan dan tidak tahu apakah bisa mempertahankan "perasaan", maka "panggilan" dari Yogya ini seperti suatu Gagal Move on.
Holaaa, saya sudah ada di Kota Y lagi! Hehe. Kota ini belum pernah membuat saya bosan walaupun telah berkalikali didatangi. Malahan rasa senangnya selalu terbarukan tiap kemudian datang lagi dan lagi. Eits, tapi ada yang berbeda kali ini. Pertama, kedatangan saya untuk interview di sebuah perusahaan penerbitan. Kedua, oke, untuk poin kedua saya paparkan dulu beberapa hal.
Sejak pertama kali datang ke kota ini, telinga saya selalu terganjal dengan kebiasaan warga setempat yang lebih suka menyebut arah mata angin ketimbang arah lokasi. Misal, saat ada yang bertanya, "di mana lokasi rumah sakit x?" maka bukannya menyebut lokasi lain yang searah atau berdekatan, mereka justru menyebut arah mata angin. "Oh, ke arah barat. Oh ke arah selatan", dst.dst. Padahal kan belum tntu setiap orang selalu bawa kompas.
Jika biasanya saya selalu NB "numpang bangik" alias nebeng di kosan kawan ehehe, Si Duu, atau pernah juga di kos Mbak Ai, kali ini saya menginap di rumah teman yang lain. Seorang kawan yang saya kenal saat mengikuti workshop di Bentang Pustaka tahun lalu. Dia seorang nasrani yang telah memiliki dua orang putri. Sebentulnya ada beberapa alternatif yang mungkin saya usahakan, tapi berhubung rumah Mbak Dyah yang paling dekat dengan lokasi interview, saya pun mengusahakannya.
Daan, kesulitan yang saya dapatkan adalah perihal sholat. Untungnya, sebelum menanyakan, justru Mbak Dyah menawarkan duluan seandainya mau ke masjid dia gak keberatan mengantar. Daripada merepotkan malam-malam, maghrib sih, saya pun minta izin untuk sholat di ruangan rumahnya, dia mempersilakan. Kemudian saya bingung lagi,
"Tapi kiblatnya ke arah mana ya Mbak?" tanya saya.
Dia kelihatan berpikir, ada canggung yang tipis dari rautnya.
"Kiblat itu ke arah mana?" dia balik tanya, lebih pada mengkonfirmasi, sih.
"Barat." jawab saya yakin. Gak mungkin dong saya bilang bahwa kiblat ke arah Baitullah hhe.
"Oh, berarti ke arah sana." Mbak Dyah mengangguk anggukan kepalanya.
Well. Saya manut aja. Ini bukan kali pertama saya tersesat arah kiblat. Hari sebelumnya juga pas mau sholat di atas kapal, pengelolanya gak pasang instalasi arah kiblat. Jadilah saya sholat ke arah yang paling meyakinkan. Toh, Tuhan selalu bisa melihat perbuatan hambanya. Makanya, doakan supaya interview saya lancar supaya bisa tinggal di sini untuk waktu yang cukup lama demi belajar arah mata angin dari orang sini. Kalau perlu sekalian dapat jodoh dan jadi ORANG YOGYA, ups, hihi.
19 Maret 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar