Pagi masih terlalu dini. Beberapa angin bahkan baru keluar dari pepatnya. Tak ada yang mampu bersuara selain sunyi, hati. Di balik kekemrungsungan yang terinjak-injak oleh waktu, setiap apa yang muncul di kepala, semuanya menjadi batu.
"Apa yang kau pikirkan?", diremahnya ingatan itu.
Waktu adalah tiran, itu yang ia dengar dari seseorang. Terkadang ia ingin berlari melompati satu dari sekian fase yang rasanya menyakitkan. Ada hal-hal yang rasanya begitu memuakkan sampai-sampai menjalaninya adalah pesakitan.
"Berhentilah berdatangan!", matanya mulai membelalak di depan cermin sebuah lemari. Ia benci mengingat. apalagi mengingat kepedihan. Baginya penyesalan adalah jamban. Tempat membuang segalanya yang tak indah. Secara otomatis ia menyadari bahwa apa yang ia masukkan ke dalam sana akan bermanfaat pada tahap lain yang ia tak perlu tahu.
"Tapi kamu tak butuh jamban!"
"DIAM!" sergahnya kemudian.
Tiba-tiba ponselnya berdering samar. Fokusnya pecah. Ia mencari-cari sumber suara yang sebenarnya telah lama dinantikan.
KREEK. suara pintu lemari terbuka, ponselnya tergeletak di sana.
Di dalam lemari, tak ada lagi suara, dan segalanya mulai meyusun kematian sendiri-sendiri
Desember 2011
Di dalam lemari, tak ada lagi suara, dan segalanya mulai meyusun kematian sendiri-sendiri
Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar