Laman

Senin, 01 Desember 2014

Visualisasi vs Egoisme dalam Musik Video


Rasanya akan lebih mudah saat seseorang menyebutkan lagu-lagu kesukaan mereka, daripada bila harus menghitung seluruh lagu yang ada di dunia ini. Ada lagu yang ketika dipublikasikan terdengar kurang menarik bagi orang tertentu. Tapi ini hanya perkara personal. Ketertarikan atas lagu itu akan muncul secara perlahan karena sering mendengarnya secara tidak sengaja.  Ada pula yang langsung menyukainya karena faktor-faktor khusus, misalnya lagu diciptakan atau dinyanyikan oleh penyanyi favorit, lagu mengusung tema yang sedang sama persis dialami, atau  lagu punya karakter lirik dan melodi yang unik. 

Ketertarikan atas lagu-lagu berbahasa lokal lebih sering terjadi ketimbang lagu berbahasa asing. Bisa jadi karena saat mendengar lagu dengan bahasa sehari-hari, pendengar bisa sekaligus memahami makna dan pesan di dalamnya. Tapi lain soal bila lagu itu berbahasa asing. Biasanya ketertarikan pada lagu itu berawal hanya dari sekadar sering mendengar. Lagu yang easy listening akan makin nyaman di telinga dengan cara ini. Setelah alur melodinya melekat hingga kita secara spontan akan melakukan sing a long, hal yang kemudian dilakukan adalah mencari lirik utuh agar bisa memahami arti. Setelah itu barulah mengunjungi youtube untuk melihat musik videonya (mv).

Pada banyak penyanyi internasional yang suaranya terdengar lezat di telinga, seperti Rihanna (Unfaithful), Miley Cyrus (Wrecking Ball), Pink (Just Give Me a Reason) dan lain-lain, entah kenapa kadang lebih baik tak pernah menonton mv mereka. Sebab seringkali ada adegan mesum yang membuat mata “mual”. Padahal bila video itu dibuat tidak berlebihan dalam penonjolan aura seksnya, semua akan tetap baik-baik saja. Dari sinilah kita bicara mengenai tiga lagu berikut ini.

“Chandelier”, “Nobody’s Perfect”, dan “Somebody That I Used to Know” masing-masing dibawakan oleh Sia, Jessie J, dan Gotye Feat Kimbra. Sebagaimana dibicarakan sebelumnya, pada mulanya ketiga lagu ini menarik karena sering didengar serta berkarakter unik pada melodinya. Dari ketiga judul itu hanya satu yang tidak bisa langsung ditebak isi lagunya yaitu Chandelier. Namun, ketiganya punya kesamaan dalam hal tema yaitu kekecewaan. 

Musik video STIUK terbilang sederhana. Hanya ada dua orang laki-laki dan perempuan yang muncul berurutan tanpa banyak adegan di luar itu. Penonton hanya diarahkan untuk fokus pada tubuh bugil keduanya. Di sinilah keunikannya. Meski keduanya tampil tanpa busana sama sekali, tapi bisa ditangkap maksud bahwa bukan kesan penonjolan libido yang ingin ditampakan melainkan penekanan emosional. Muncul dan hilangnya satu demi satu mozaik warna pada tubuh mereka bisa mewakili perasaan kecewa saat menyadari bahwa seseorang yang sudah tak lagi kita miliki telah berubah. Kini mereka hanya sebatas orang yang dulu pernah kita kenal.

Hal serupa itu juga terdapat dalam mv “Chandelier” dan “Nobody’s Perfect”. Kedua sosok perempuan dalam masing-masing video ini mengenakan busana skinny. Tapi sekali lagi, bukan penonjolan bagian tubuh itu yang menjadi santapan mata. Meskipun Jessie J dan terutama perempuan dalam “Chandelier” itu bergerak meliuk-liuk sedemikian rupa, penonton lebih terfokus pada pesan moral dan kesan emosional yang melekat dalam koreografi tersebut.
Penekanannya, hal terbaik dari sebuah karya, dalam hal ini lagu adalah amanat dan khatarsis yang bisa diperoleh masing-masing orang. Tidak semua adegan-adegan kotor dalam mv lagu-lagu barat jadi hal utama yang perlu disuguhkan. Mv hanyalah visualisasi. Sayangnya, kadang itu justru dijadikan ajang pemenuhan ego dari pihak terkait.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar