MENGUKUR KEDALAMAN PRAM
Judul buku : Pram dari Dalam (2013)
Penulis : Soesilo Toer
Penerbit : Gigih Pustaka Mandiri
Harga : Rp 65. 000 ; 286 hlm.
Melalui Pram dari Dalam, meskipun berkali-kali menyatakan bahwa dirinya merupakan orang yang paling berhasil untuk gagal, Soesilo Toer justru telah benar-benar berhasil menceritakan ‘dari dalam’ tentang sosok kakak tertuanya, Pramoedya Ananta Toer. Dengan gaya bahasa yang kasar dan dhleyo, ia memegang totalitas itu tanpa harus tercoreng wajahnya dengan ungkapan tak tahu diri. Dalam hal ini, Soes berhasil menjadi narator dengan kolaborasi isudut pandang orang pertama dan orang ketiga serba tahu, seandainya buku ini dianggap sebagai karya sastra. Dengan membaca Pram dari Dalam, akan diperoleh begitu banyak informasi tidak hanya mengenai Pram, tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan pengarang yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam,puluhan bahasa dunia tersebut, yang bisa jadi tidak akan pernah diungkapkan orang selain Soesilo Toer.
Beberapa hal yang disampaikan Soesilo Toer adalah mengenai sejarah orangtua Pram bersaudara yang masih ternyata merupakan keturunan ningrat—ayahnya telah menghapus nama depannya yang semula Mastoer menjadi hanya Toer saja karena alasan nasionalisme. Ada pula cerita mengenai Pram yang—menurut Soes—lebih gagal dibandingkan dirinya dalam mebina rumah tangga. Dalam buku ini juga Soes memaparkan bahwa betapa pun Pram bersikap keras terhadap adik-adiknya, ia tetaplah kakak tertua yang harus dihormati. Pram berpesan sesulit apa pun hidup, berusahalah untuk tidak meminta kepada orang lain. Soes bisa menceritakan potongan-potongan kisah hidup Pram karena ia pernah tinggal bersama kakaknya itu ketika di usia sekolah. Sehingga ia pun bisa menginformasikan bahwa seseorang yang paling berjasa dalam hidup Pram adalah Jan van Resink. Ia merupakan seorang Belanda yang ahli bahasa Jawa. Resinklah yang dikabarkan telah menyelundupkan naskah milik Pram yang saat itu sedang ditahan di Penjara Bukitduri Jatinegara. Naskah tersebut diselundupkan pada sebuah lomba—yang sebenarnya pun telah ditutup—yang diadakan H.B Jasin. Menurut Soes itu merupakan tonggak sejarah dunia kepengarangan Pram.
Historia vitae vagistra, demikianlah Soes menyebutkan bahwa sejarah akan selalu membuat manusia menjadi lebih bijak. Barangkali tindakan Soes mempublikasikan “aib” keluarga Toer dianggap kecerobohan. Namun, pandanglah dari perspektif lain, bahwa Pram adalah bagian dari sejarah. Sebagaimana visi hidup Pram bahwa menulis adalah tugas nasional, maka Soes justru telah memperbesar kuantitas informasi mengenai sejarah Pram, bagian dari sejarah Indonesia. Kalau pun saat ini belum diterima secara utuh, kelak, Pram dengan segala kisah hidupnya akan benar-benar menjadi bagian dari sejarah Indonesia seutuhnya, terutama sejarah dunia kepengarangan. Sebab sejarah selalu berkembang.
Pram telah tiada, dan buku ini menjadi serupa album kenangan yang bisa dijadikan sumber inspirasi. Sebab Soes tak sekadar memaparkan Pram dari kedalaman yang begitu dalam, tetapi juga membagikan pengalamannya—sumber ilmu pengetahuan—yang begitu bernilai. Bahwa di balik sosoknya yang sederhana bahkan cenderung ndleyo, ia telah menginspirasi. Ini memperkuat pula kata-kata Nuril Basri yang diutulis dalam blog pribadinya bahwa untuk menghargai oang lain tidak sekadar dilihat dari tampilan luar, tetapi juga dari dalamnya. Sebab bisa jadi orang yang dari luar tampak tidak berharga, justru memiliki kehebatan yang tidak kita miliki—yang merasa lebih bernilai dari orang tersebut. Dan di balik keterlalusederhanaannya tersebut, Soesilo Toer merupakan doktor lulusan Institut Plekhanov Rusia. Saat ini ia menjalani hari tuanya dengan didampingi istrinya. Bersama rekan-rekan lain mengelola Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) Blora.
Satu-satunya kekurangan yang justru semakin menambah kelebihan buku ini adalah kerap Soes tidak fokus membicarakan sebuah pokok bahasan dalam satu bab. Bercampurnya berbagai informasi dalam sebuah bab membuat pembaca menjadi kewalahan untuk menampung informasi-informasi berharga yang diabadikan dalam buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar