sumber gambar: tumblr.com |
Kepada Kartini. Kartini yang telah mati...
Kartini. Itu namamu kan? Aku tak ingat kapan pertama kalinya mengenal namamu. Ya, sekadar mengenal namamu. Mungkin saat aku masih duduk di SD. Aku lupa. Dan aku sangat tak peduli. Kau tahu tidak apa yang kupedulikan? Ah, aku yakin kau sama sekali tak tahu. Yang kau tahu pasti hanya mengenai para perempuan yang ada di barisanmu, yang berdiri sambil memegang bendera bertulis EMANSIPASI WANITA. Kau tak tahu apa-apa tentang aku, tentang kami, apalagi tentang bangsa ini, sekarang!
Apa yang kau pikirkan saat berkoar memperjuangkan emansipasi? Kau sedang memperjuangkan dirimu sendiri, bukan? Ah, terserahlah. Yang jelas, padamu ingin kukatakan bahwa emansipasi yang kau gadang-gadangkan di masa lalu telah menjadikan kaummu lupa diri.
Kenapa kau merasa begitu hebat hingga harus kami peringati? Ah, oke. Mungkin maksudku, kenapa kami, tepatnya kaummu--aku tidak--menganggap kau begitu berjasa? Apa jasamu? Coba saja kau tanyai mereka satu persatu, semoga bisa kau dapati mereka mengerti apa makna perjuanganmu. Mereka hanya melakukan selebrasi, tanpa makna tanpa apa-apa. Ya. Seperti selebrasi-selebrasi lainnya di negeri ini. Sia-sia. Tak ada kesadaran yang timbul dari kedalaman hati. Sebatas mengenakan kebaya, apa maknanya? Kau menyukainya? Hei, jawab!
Maaf. Aku tak tahu harus mengeluh kepada siapa lagi di sini. Sejarah yang menceritakan perihal hidupmu di masa lalu, bukanlah alternatif untukku percaya. Sejarah di sini adalah manipulasi. Pemilik sejarah adalah penguasa di masa itu. Jadi, jika hari ini aku menjadi penguasa, aku berhak atas sejarah, aku berhak menuliskannya semauku.
Aku menyesalkan keberadaanmu di masa lalu. Jika memang kau pernah ada!
Aku, perempuan yang tak mampu mengenalimu itu.
Semarang, beberapa hari menjelang hari peringatanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar