Laman

Sabtu, 10 Mei 2014

Rasa

Membayangkan sebuah scene romantis, laki-laki seperempat abad itu duduk di tepi danau yang dikelilingi rerumputan. Ia tersenyum mendapati seseorang akhirnya menghampiri tepat sesuai waktu yang telah dijanjikan berdua. Saling pandang sebentar, kemudian berpaling bersamaan.  Ada senyum yang berlompatan seperti percik air di hadapan mereka. Langit cerah. Suasana yang takarannya pas tanpa kurang sedikitpun bagi yang sedang dirundung suka cita berdua.

“Lapar banget, lapar aja, gak lapar tapi pengin nyemil, atau kenyang?”

Senyum laki-laki itu mengembang lagi. Ia pilih yang ketiga, “Nyemil kayaknya enak nih.”

Perempuan itu merogoh tas kecilnya. Ia bertanya, melanjutkan. Tangannya masih terhenti di dalam sana.

“Pedas, manis, asin, atau yang 'rasahmbayar'?” pertanyaannya lebih seperti pedagang yang menjajakan barang di terminal. Tapi laki-laki itu tertarik pada tawaran terakhir.

“Rasa apa tadi yang terakhir?”

Perempuan di sampingnya tergelak, tapi malu-malu.

“Di sebelah mana yang lucu?” sama sekali ia tak paham. Tapi agar perempuan kesayangannya itu tak kecewa, ia tertawa, tergelak yang dibuat-buat.

“Nih. Lucunya di sebelah sini.” Sebuah kotak kecil berisi beberapa potong brownish disodorkan padanya yang masih tergelak pura-pura.

“Waah, makasi ya. Kamu yang buat sendiri?” kejutan itu membuatnya benar-benar bahagia. Bukan pura-pura. Dijumput sepotong brownish, buru-buru ia ingin merasakan. Sambil mengunyah ia bilang,

“Manis. Katamu tadi rasambaya... rasa apa sih?” sepotong brownish yang lain mengantri di depan mulutnya.

"Udah, rasain aja." Pipinya kini merona. 

Perempuan itu, entah bagaimana caranya ia tak tahu mengungkapkannya. Yang jelas ia terus tersenyum. Membuat laki-laki di sampingnya gemas ingin menyentuh dan mencubit bagian yang kemerahan tersebut.

Ia mengernyit tak bisa menghindar. Jelas ia menolak. Dan tangan laki-laki itu tertahan di udara. Perempuan itu telah lenyap.

Hanya manis yang tersisa.***



Jumat, 09 Mei 2014

Tuhan Mengizinkan

Setiap hal yang terjadi dalam hidup, baik atau buruk tentulah sebuah keputusan yang tak mungkin dilepaskan dari Tuhan. Hari ini kita berbaik hati, barangkali karena penyesalan atas kesalahan di masa lalu, atau persiapan amal untuk masa depan. Faktanya, manusia selalu berada dalam lingkaran rencana Tuhan.

'T, tak ada hal yang tak menimbulkan efek tertentu. Dalam KBBI "karma" berarti perbuatan manusia di dunia dan atau hukum sebab akibat. Sementara dalam ketentuan Tuhan, karma diatur dalam QS Al Zalzalah:7-8 'Siapa yang melakukan kebaikan sekalipun seberat Dzarah, niscaya dia akan mendapat balasannya dan Siapa yang mengerjakan kejahatan sekalipun sebesar biji dzarah, niscaya dia akan melihat balasannya juga'. 

Jika kita harus menjadi korban, bisa jadi itu menyebabkan di sudut dunia yang entah di mana ada seseorang yang justru terselamatkan. Altera pars, setiap orang merupakan bagian dari suatu keutuhan. Dan manusia ibarat petani, yang tak hentihentinya bercocok tanam ilmu dan pengetahuan di ladang kehidupan. Anggaplah bahwa hari ini merupakan hari terakhir kita bisa berbuat baik kepada orang lain. Niscaya tak perlu berpikir ulang untuk menjadi bermanfaat.

Risau, gelisah, kesedihan dan kadang kebahagiaan adalah jalan bagi Tuhan untuk datang. Dalam kekalutan, kepekaan akan sangat bisa jadi mediator pesanpesan yang Tuhan bisikkan. Kemudian terciptalah orangorang yang seolah mampu memproduksi katakata bijak dari dirinya sendiri. T, mungkin ini serupa dengan yang dialami Syekh Siti Djenar saat mengungkapkan pemikirannya tentang manunggaling kawulo gusti.

Senin, 05 Mei 2014

Kenapa Anak Ayam itu Kecil?

Di sebuah selokan yang kering karena tak kunjung hujan, seekor induk mengajak anak ayamnya yang hanya seekor dan berwarna hitam berjalanjalan mencari makan. Pas saya dan Adfa melintas.

Saya: Dek, kok anak ayam itu kecil ya *iseng
Adfa: Iya, soalnya dia belum makan
Saya: Mbak sudah makan banyak tapi gak gede gede O:
Adfa: Ya karena Mbak belum kenyang. Makanya Mbak harus kenyang.